I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki beragam
sumberdaya hayati laut yang sangat potensial untuk dikembangkan. Bulu babi (sea urchin) jenis Tripneustes gratilla L. merupakan
salah satu jenis biota laut yang memiliki nilai ekonomis penting terutama
sebagai bahan pangan bergizi tinggi (Lawrence and Bazhin, 1998; Aslan, 2001).
Pemanfaatan bulu babi
untuk dikonsumsi sebagai bahan makanan adalah dengan mengambil gonadnya (Gambar
1) selain sebagai hewan hiasan di akuarium air laut serta bahan pupuk organik
(memanfaatkan cangkang dan durinya yang mengandung kalsium karbonat).
Gambar 1. Gonad
Bulu Babi (tanda panah)
Hasil survei yang telah dilakukan pada beberapa daerah
menunjukkan bahwa bulu babi jenis T. gratilla hampir terdapat di seluruh
perairan Indonesia (Arakaki and Kusen, 2000). Potensi bulu babi pada
daerah-daerah ini umumnya belum dimanfaatkan secara maksimal, baik oleh
pengusaha atau nelayan setempat.
Gonad bulu babi
merupakan komoditas pangan yang
dikenal secara luas dan merupakan makanan yang bernilai gizi tinggi. Lee and
Haard (1982) melaporkan bahwa gonad bulu babi mempunyai sekitar 28 jenis asam
amino yang sangat berguna untuk pertumbuhan dan kesehatan manusia. Selain itu
gonad bulu babi kaya akan vitamin B kompleks,
vitamin A dan mineral (Kato and
Schoeroter, 1985). Dari
penelitian yang dilakukan oleh Chasanah dan Andamari, (1998)
diperoleh data bahwa gonad bulu babi memiliki kandungan asam lemak yang beragam
(Tabel 1):
Tabel.1. Profil persentase
asam lemak gonad
bulu babi
Jenis asam
lemak Tripneustes gratilla L. Salmacis sp.
|
C16:
0
42,9
42,3
C18:
0 3,6 4,7
C18:
2w6
2,7
2,3
C18:
3w6
3,1 1,4
C20:
2w6
5,4 -
C20:
2w3
21,0
10,0
C20:
5w3 13,4 11,5
|
Di sisi lain, gonad bulu babi berdasarkan hasil penelitian
mengandung 13 jenis asam amino, 18 jenis asam animo esensial (lisin, metionin,
treonin, valin, arginin, histidin, triptopan dan fenilalanin) dan 5 asam amino
non esensial (serin, sistein, asam aspartat, asam glutamat dan glisin). Dari
sekian kandungan asam amino tersebut ada 2 jenis yaitu arginin dan histidin
yang cukup penting untuk pertumbuhan anak. Selain itu bulu babi juga mengandung
asam lemak tak jenuh omega 3 yang berkasiat untuk menurunkan kandungan
kolesterol manusia. Bulu babi juga kaya kandungan vitamin A, vitamin B kompleks
dan mineral yang dapat memperlancar fungsi sistem saraf dan metabolisme tubuh
manusia. Hasil analisis nilai gizi gonad bulu babi per 100 g berat kering adalah: protein 39,18
g, lemak 8,7 g, karbohidrat 38,57 g,
kadar abu 8,2 g, fosfor 596 mg, kalsium 776 mg, karoten total 57,6 mg, vitamin
A 3,349 SI, vitamin B 0,08 mg dan kadar air 5,35 g (Saparinto, 2003).
Karena kandungan gizinya yang sangat tinggi tersebut maka di
pasaran internasional, gonad bulu babi mempunyai nilai perdagangan yang sangat
layak jual (marketable) khususnya bagi
masyarakat Jepang, Korea, Amerika Serikat, Kanada, Meksiko, Perancis dan
China. Masyarakat Jepang merupakan masyarakat yang paling banyak memanfaatkan
dan mengkonsumsi gonad bulu babi. Gonad
bulu babi biasanya dipasarkan di Jepang dalam bentuk beku, segar atau kering. Pemasok gonad bulu babi terbesar ke Jepang
adalah Amerika Serikat yang pada tahun 1989 memasok sebesar 446 ton senilai US$
6,14 juta. Kemudian Meksiko, Chili dan Cina masing masing sebesar 83,8 ton
senilai US$ 1,154 juta; 82,67 ton
senilai US$ 1,14 juta dan 50,63 ton senilai dengan US$0,7 juta. Pantauan harga terakhir tentang komoditas ini
di Jepang diperoleh nilai sebesar Rp. 1.100.000/kg (Aslan 2001).
Di Indonesia, bulu babi belum begitu dikenal oleh
masyarakat luas. Hanya sebagian kalangan
masyarakat pesisir khususnya nelayan yang memanfaatkan organisme ini. Hal ini disebabkan pengetahuan dan informasi dalam mengenal dan
mengetahui kandungan gizi gonad bulu
babi di kalangan masyarakat masih terbatas.
Seiring dengan pertambahan populasi penduduk Indonesia
dewasa ini, maka permintaan bahan makanan yang mengandung protein akan semakin
meningkat pula. Di sisi lain, maraknya
penyakit busung lapar dan kurang gizi (malnutrition) serta serangan flu
burung yang melanda masyarakat di Indonesia akhir-akhir ini, maka
pemenuhan sumber protein baru dari
produk hewan laut merupakan salah satu solusi terbaik. Hal ini tentu saja merupakan suatu peluang
tepat sekaligus meringankan beban
pemerintah khususnya Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dalam
mencari sumber pangan alternatif yang berkualitas.
B. Perumusan Masalah
Kegiatan penangkapan oleh
pencari bulu babi di alam yang semakin
meningkat mengakibatkan turunnya populasi
organisme ini di alam. Selain itu,
penurunan kualitas lingkungan (kerusakan habitat karang akibat pengeboman yang
semakin marak di Sulawesi Tenggara dan menipisnya areal padang lamun (seagrass beds)
serta pencemaran perairan turut
mempengaruhi kelangsungan hidup hewan ini. Jika tidak diantisipasi secara dini,
maka eksploitasi lebih (overfishing) dan kepunahan hewan ini akan
semakin cepat.
Salah satu upaya mengantisipasi berkurangnya stok bulu babi
ekonomis penting ini melalui upaya pembudidayaan menggunakan metode karamba
tancap. Penggunaan metode karamba tancap pada upaya pembudidayaan bulu babi ini
adalah berdasarkan pada karakteristik hewan ini yang hidup menetap di
dasar (benthik) (Aslan, dkk.,2003).
Pembudidayaan bulu babi
dengan karamba tancap selama ini belum pernah dilakukan. Selain itu, penggunaan
pakan alami berupa lamun dari jenis Thalassia hemprichii sebagai
sumber pertumbuhan bulu babi selama
pemeliharaan juga belum pernah dilakukan padahal lamun merupakan pakan utama T.
gratilla (Aslan, dkk., 2003).
Penggunaan pakan alami berupa lamun merupakan salah satu upaya
pemanfaatan sumberdaya lokal alami yang diharapkan mampu menyuplai kebutuhan
nutrisi bulu babi ini selama dipelihara di dalam karamba.
Di sisi lain, dengan
ditemukannya kegunaan lamun dengan dosis pakan yang terbaik bagi
pertumbuhan bulu babi,
dapat menjadi rujukan
yang mudah diaplikasikan bagi para nelayan
yang berminat membudidayakan hewan ini di masa
yang akan datang.
C.
Tujuan Kegiatan
Pembudidayaan bulu babi (T. gratilla L.)
berorientasi pada kegiatan untuk memelihara benih bulu babi sampai mencapai
ukuran konsumsi. Untuk mencapai
pembesaran sampai ukuran konsumsi, maka diperlukan pengetahuan tentang metode
pemeliharaan, dan dosis pakan-pakan yang sesuai dan pola adaptasi bulu babi
terhadap lingkungan karamba tancap.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka secara kongkrit
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini meliputi:
1. Untuk mengetahui pertumbuhan bulu babi dengan
menggunakan metode karamba tancap.
2. Untuk mengetahui
pengaruh padat penebaran dan bobot tubuh bulu babi yang berbeda dengan
pemberian bobot lamun 30% pada tiap
petakan karamba tancap terhadap
pertumbuhan bulu babi.
II. METODE PENDEKATAN
A. Peubah Yang Diukur
1. Pertumbuhan mutlak
- Pertumbuhan mutlak
berdasarkan bobot tubuh (Wm) (Effendi,1979):
Wm = Wt - Wo
Dimana: Wm = Bobot
tubuh mutlak individu (g)
Wt =
Bobot individu pada waktu t (g)
Wo
= Bobot tubuh individu pada waktu awal
penelitian.
- Laju Pertumbuhan harian berdasarkan bobot tubuh
(LPH) (Aslan, 2005):
LPH =
Dimana: LPH
= Bobot tubuh harian individu (g)
Wt = Bobot tubuh individu pada waktu t (g)
Wo =
Bobot tubuh individu pada waktu awal penelitian (g)
T =
Total waktu pengamatan (hari)
2. Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR) berdasarkan bobot
tubuh menggunakan rumus Partridge and Jenkins (2002) dalam Yenni (2003):
SGR =
Dimana: SGR
= Laju pertumbuhan spesifik (%)
Wt = Bobot rata-rata individu pada waktu t (g)
Wo = Bobot rata-rata individu pada awal
penelitian
3.
Efisiensi Pemberian Pakan (FCE) digunakan rumus yang dikemukakan oleh Stickney
(1994) dalam Sabilu (2000)
Dimana : FCE = Jumlah pemberian pakan
FCR = Rasio konversi pakan
4. Tingkat Kelangsungan Hidup
Dimana
: SR =
Tingkat kelangsungan hidup (%)
Nt =
Jumlah individu akhir penelitian (ekor)
No = Jumlah individu awal penelitian (ekor)
Sebagai
data penunjang, dilakukan pengukuran parameter kualitas air.
III. PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Waktu dan Tempat
Kegiatan ini
dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan atau 90 hari kerja yaitu bulan Maret sampai
bulan Juni 2007. Kegiatan ini
dilaksanakan di Desa Tanjung Tiram Kecamatan Moramo Kabupaten Konawe Selatan
Propinsi Sulawesi Tenggara.
B. Tahapan Pelaksanaan
Tahapan kegiatan ini dapat dilihat
pada gambar berikut :
Gambar 2. Bagan Rangkaian
Kegiatan Pembudidayaan Bulu Babi (Tripneustes
gratilla L) pada karamba jaring tancap.
1.
Pembuatan keramba jaring tancap
Secara teknis wadah yang
digunakan dalam penelitian ini adalah keramba jaring dasar yang terbuat dari
jaring nilon dengan ukuran mata jaring 1,5 mm
sebanyak 1 unit yang dibagi menjadi
12 petak. Tiap petakan
masing-masing berukuran 1 m x 1 m
x 1 m dan dibersihkan setiap 2 minggu sekali. Tiap petakan ditempatkan pada
dasar perairan yang bersubtrat sama yaitu substrat lempung berpasir.
2. Seleksi Benih
Bulu babi yang telah menjadi hewan uji diperoleh
dari lokasi Perairan Pantai Roda Desa Ato-wato. Bulu babi yang ditangkap
berukuran 10-40 g/individu, kemudian ditampung dalam keramba penampungan untuk
dilakukan sebagai hewan uji. Menjelang pelakasanaan penelitian, setiap individu
bulu babi ditimbang bobot tubuhnya, selanjutnya ditempatkan dalam keramba yang
telah disiapkan berdasarkan perlakuan dan kelompok dengan padat penebaran yang
berbeda setiap wadah. Pengamatan terhadap hewan uji dilaksanakan setiap 2
minggu sekali selama 3 bulan (6 kali pengamatan).
3. Pemeliharaan
Pemeliharaan bulu babi jenis Tripneustes gratilla L. Terdiri dari
beberapa tahap sebagai berikut :
a. Pemberian pakan
Pakan yang diberikan adalah lamun jenis Thalassia
hemprichii sebagai sumber pertumbuhan bulu babi selama pemeliharaan juga
belum pernah dilakukan padahal lamun merupakan pakan utama T. gratilla
(Aslan, dkk., 2003). Pemberian
pakan dilakukan pada saat air surut dan diberikan setiap dua hari sekali dengan
dosis pemberian pakan 30% dari bobot tubuh. Pemberian pakan dilakukan seminggu
dua pada saat air surut sehingga proses pemberian pakan bisa lebih efektif
dapat dimanfaat sepenuhnya oleh bulu babi tersebut.
b. Pembersihan keramba
Pembersihan keramba perlu dilakukan
untuk pembersihan kotoran yang tersangkut akibat adanya aliran arus atau
sisa-sisa pakan yang tidak dimanfaatkan oleh bulu babi serta sedimen yang
mengendap pada jaring keramba. Sehingga tidak mengganggu pertumbuhan bulu babi
yang diteliti.
c. Kualitas air
Dalam proses pembudidayaan bulu babi perlu diperhatikan
parameter kualitas air yang terdiri dari salinitas, suhu, pH dan kedalaman,
dimana parameter kualitas ir diukur setiap 15 hari sekali. Aslan (2005) menyatakan bahwa suhu perairan pada
saat pengamatan berkisar antara 280C – 320C merupakan
suhu yang baik bagi pertumbuhan bulu babi. pH airnya berkisar 6,5-8,5.
salinitasnya berkisar antara 32 - 33 o/oo yang
memungkinkan bulu babi bisa tumbuh dan berkembang.
4. Panen
Pemanenan
dilakukan pada saat air surut sehingga terlihat bulu babi berada didasar
keramba, kemudian menangkapnya. Setelah itu dilakukan penimbangan dengan
menggunakan timbangan duduk untuk mengetahui bobot tubuh bulu babi yang sudah
dibudidayakan.
C. Instrumen Pelaksanaan
Alat-alat yang
dipergunakan selama dalam pelaksanaan kegiatan adalah :
Tabel 1. Alat dan bahan serta Kegunaan yang
Digunakan Selama Penelitian
No
Nama
Satuan Kegunaan
|
1. Alat:
Thermometer oC Mengukur suhu
Hand Refraktometer ppt Mengukur salinitas
Timbangan Ohause g Mengukur bobot tubuh
Patok Skala - Mengukur kedalaman
Sechi disk m Mengukur kecerahan
Kertas pH - Mengukur pH air
Stop watch, botol Aqua
m/dt Mengukur kecepatan
arus
dan tali rafia
2. Bahan:
Bulu babi - Sebagai hewan uji
|
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pertumbuhan Mutlak
Nilai pertumbuhan mutlak bobot
tubuh bulu babi (Tripneustes gratilla
L) dapat dilihat pada tabel 2 berikut :
Tabel 2. Nilai Pertumbuhan
Mutlak Bobot Bulu babi (Tripneustes
gratilla L)
Rata-rata Bobot Awal (gram)
|
Rata-rata Bobot Akhir (gram)
|
Rata-rata Pertumbuhan Mutlak (gram)
|
24,55
|
46,66
|
22,11
|
Dari data pada tabel 2
tersebut diatas nampak bobot bulu babi selama penelitian selama penelitian kurang lebih 90 hari
mengalami peningkatan berat sebesar 22,11 gram.
Selama penelitian bulu babi
diberi pakan alami berupa lmun jenis Thalassia
hemphricci sebanyak 30% dari bobot tubuhnya yang diberikan setiap dua hari
sekali yaitu pada waktu sore hari (pukul 16.00-17.00 Wita), hal ini dilakukan
karena mengacu pada sifat dari bulu babi yang nokturnal atau aktif mencari
makan pada malam hari.
Pemberian pakan alami berupa
lamun jenis Thalassia hemphricci
karena bulu babi cenderung menyukai lamun jenis ini karena dapat memberikan
pertumbuhan yang lebih besar jika dibandingkan jenis lamun lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Aslan, dkk.,
(2003) yang menyatakan bahwa Pakan yang diberikan
adalah lamun jenis Thalassia hemprichii sebagai sumber pertumbuhan bulu
babi selama pemeliharaan juga belum pernah dilakukan padahal lamun merupakan
pakan utama T. Gratilla.
Dengan
menggunakan metode kerambah tancap hasil panen memiliki ukuran yang relatif
bervariasi, hal ini disebabkan karena
jumlah pakan yang diberikan yang relatif sama dengan kepadatan yang
berbeda-beda sehingga terjadi kompetisi diantara bulu babi yang ada dalam
kerambah tersebut.
B. Pertumbuhan Spesifik(SGR)
Nilai tingkat kelangsungan hidup bulu babi (Tirpneustes gratilla L) selama
penelitian dapat dilihat pada tabel 3 berikut :
Tabel 3. Nilai Pertumbuhan spesifik bobot bulu babi T. Gratilla L
Rata-rata Bobot Awal (gram)
|
Rata-rata Bobot Akhir (gram)
|
Rata-rata Pertumbuhan Spesifik (gram)
|
24,55
|
46,66
|
0,246
|
Berdasarkan
data diatas diketahui bahwa laju pertumbuhan spesifik bulu babi berdasarkan
bobot tubuh selama 90 hari pengamatan adalah sebesar 0,246 gram
Rendahnya
laju pertumbuhan spesifik yang diperoleh disebabkan karena disebabkan karena
pada pemberian pakan saat air surut kondisi keramba masih tergenang oleh air
sehingga pakan alami yang diberikan kurang efektif dimanfaatkan oleh bulu babi
tersebut. Pakan alami yang diberikan cenderung terapung diatas permukaan air.
C. Tingkat kelangsungan hidup
(SR)
Nilai tingkat kelangsungan hidup Bulu babi (Tripneustes gratilla L) selama
penelitian dapat dilihat pada tabel 3 berikut :
Jumlah Hewan Uji Awal Penelitian (No) (ekor)
|
Jumlah Hewan Uji Akhir Penelitian (Nt) (ekor)
|
Kelangsungan Hidup (%)
|
150
|
120
|
80
|
Dari data teresebut terlihat
jelas bahwa tingkat kelangsungan hidup
bulu babi sebesar 80%, dimana total bulu babi yang dipelihara sebanyak
150 ekor pada awal penelitian dan tersisa 120 ekor pada saat dilakukan
pemanenan
Berdasarkan hasil tersebut
maka dapat dikatakan bahwa pemeliharaan denganmenggunakan metode keramba tancap
memiliki keuntungan yang lebih baik dan didukung dengan adanya pengontrolan
yang dilakukan tiap seminggu dua kali untuk memperhatikan keadaan, kebersihan
kerambah maupun pertumbuhan dari bulu babi tersebut.
D. Parameter kualitas air
1. Suhu
Suhu suatu perairan dapat mempengaruhi proses metabolisme
dan siklus reproduksi organisme bulu babi. Proses metabolisme yang didukung
oleh suhu yang sesuai dengan bulu babi membantu dan mempercepat proses
metabolisme tubuh bulu babi sehingga dapat menjaga konstannya pertumbuhan.
Suhu perairan pada saat pengamatan
berkisar antara 280C – 320C merupakan suhu yang baik bagi
pertumbuhan bulu babi. Aslan (2005)
menyatakan bahwa suhu dapat membatasi sebaran hewan bentik secara geografis dan
suhu yang baik bagi pertumbuhan hewan bentik adalah 25 – 330C.
2. Salinitas
Salinitas juga sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan bulu babi. Pada saat melakukan pengamatan salinitasnya
berkisara antara 32 - 33 o/oo yang memungkinkan bulu babi
bisa tumbuh dan berkembang. Aslan (2005) menyatakan bahwa bulu babi tergolong
stenohalin, hal ini menyebabkan bulu babi sangat sensitif terhadap perubahan
salinitas. Salinitas yang ideal adalah 29 – 33o/oo.
Kinne (1978) dalam
Amirullah (1998) menyatakan bahwa salinitas merupakan jumlah garam-garam yang larut dalam air.
Salinitas dan temperatur air dapat mempengaruhi kelarutan oksigen dalam air.
Pada perairan pantai salinitas biasanya lebih bervariasi bila dibandingkan
perairan terbuka atau laut dalam (Nybakken, 1992).
3. Derajat Keasaman (pH)
Boyd (1982) menyatakan bahwa parameter pH menunjukan ukuran
konsentrasi ion hidrogen dan tingkat keasaman di suatu perairan. Perairan laut
memiliki pH yang relatif konstan. Perubahan nilai pH air laut sedikit saja dari
nilai-nilai alami menunjukan bahwa sistem penyangga perairan tersebut
terganggu. Sebab air laut sebenarnya memiliki kemampuan mencegah perubahan pH
yang tinggi.
pH pada saat melakukan
pengamatan berkisar antara 8,1 – 8,5 merupakan pH yang baik bagi pertumbuhan
bulu babi. Aslan (2005) menyatakan bahwa perairan yang ideal bagi bulu babi
adalah yang pH airnya berkisar 6,5-8,5.
4. Kecepatan arus
Kimball (1991), menjelaskan
bahwa arus laut dapat mempengaruhi ketersediaan bahan makanan yang membawa
detritus dan larva hewan (plankton) yang dibutuhkan oleh bulu babi. Untuk
mempertahankan diri dari pengaruh gerakan air bulu babi memiliki spine atau kaki
tabung dengan tujuan untuk mempertahankan diri atau bergerak secara
perlahan-lahan ke tempat yang dianggap aman.
Arus mempunyai peranan
penting dalam daur hidup bulu babi. Larva Pluterus dari bulu babi yang hidupnya
bebas sebagai plankton akan menempel bila menemukan substrat keras seperti
karang mati, cangkang keong atau batu, kemudian mengalami metamorfosa menjadi
bulu babi kecil (Soegiarto, 1995).
Kecepatan arus pada pengamatan di lokasi budidaya yaitu
berkisar antara 24 – 36 cm/det. Ini menunjukan bahwa lokasi pembudidayaan bulu
babi mempunyai kecepatan arus yang sangat baik untuk pertumbuhannya .
5. Kecerahan
Kemampuan cahaya matahari untuk menembus sampai ke dasar
perairan dipengaruhi oleh air. Yang
mempengaruhi kekeruhan ialah benda-benda halus yang disuspensikan (seperti
lumpur dan sebagainya), jasad-jasad renik yang merupakan plankton. Kecerahan yang rendah akan mengurangi
penetrasi cahaya yang masuk ke perairan sehingga membatasi proses fotosintesis
(Soeseno, 1974 dalam Asmawi, 1983).
Kecerahan pada saat melakukan
pengamatan di lokasi budidaya menunjukan kecerahan yang baik. Hal ini
dikarenakan kedalaman perairan dangkal berkisar 0,5 – 2 m, dimana pada saat air
laut surut masih maupun pasang tertinggi dasar perairan masih tampak dengan
jelas sehingga dapat dikatakan bahwa kecerahan perairan pada lokasi budidaya
mencapai 100 %.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari
hasil pembahasan tersebut maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
-
Pertumbuhan bulu babi dengan
menggunakan metode kerambah jaring tancap relatih bervariasi pada tiap
masing-masing plot yang ditentukan.
-
Pemberian pakan alami Thalassia hemprhicci sebesar 30% dari
bobot tubuh tidak terlalu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
pertumbuhan bobot bulu babi.
-
Rata-rata pertumbuhan mutlak bulu
babi T. Gratilla L selama penelitian
adalah sebesar 22,11 gram
A. Saran
Perlu dilakukan penelitian yang
lebih lanjut mengenai pengaruh pemberian pakan alami Thalassia hemphricci terhadap pertumbuhan bobot tubuh bulu babi sehingga dapat diketahui secara pasti
pengaruh pakan alami tersebut terhadap pertumbuhan bobot tubuh bulu babi
khususnya dari jenis Tripneustes gratilla
L.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar