BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada umum ntuk mengetahui kecepatan
reproduksi, pertumbuhan dan mortalitas dikategorikan dalam dinamika populasi,
di mana untuk mengetahui dinamika populasi tersebut maka harus detajui
sejarahnya terlebih dahulu. Parameter populasi tersebut meliputi aspek-aspek
serta hubungannya dengan yang lainnya. Dari konsep dasar populasi dan stok
sering beriringan dan tercampur aduk, hal ini disebabkan karena analisisnya
sama.
Dalam penentuan analisis populasi khususnya
populasi ikan digunakan beberapa kategori-kategori sesperti stok, varietas, dan
strain. Adapun sifat-sifat yang mengikuti aspek populasi tersebt yakni ; a)
populasi-populasi yang terpisah secara geografi dengan lainnya mempunyai
kesempatan walaupun sedikit untuk saling tukar genetis.b) Dari populasi yang
berkelompok yang dinamakan clines terdapat satu sei perubahan yang gradual. c)
Populasi yang berkelompok harus dengan perbedaan yang tajam dengan daerah
hidridasi diantaranya.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas
maka untuk mengetahi lebih lanjut tentang analisis populasi maka akan dibahas
dalam makalah ini yakni tentang Analisis Populasi Ikan .
B. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan makalah ini yaitu sebagai
berikut :
a. Untuk
mengetahui pengertian analisis populasi khususnya popupasi
b. Untuk
mengetahui cara dan metode analisis populasi ikan
Sedangkan
manfaat dari makalah ini yakni
a. Sebagai bahan informasi tentang analisis
populasi ikan.
b. Dapat
menjadi bahan pertimbangan bagi makalah selanjutnya yang berkaitan dengan
populasi ikan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Pengertian
Analisis Polulasi
Analisis
populasi ikan merupakan suatu kajian tentang perkembangan populai ikan.
Analisis ini diperlukan karena besar poplasi ikan dari waktu ke waktu selalu
berubah. Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan dan meramalkan perkembangan
suatu populasi ikan.
B.
Populasi
dalam ekosistem
Penggolongan ekosistem dapat dilakukan dengan berbadai
alasan, misalnya atas dasar unit biologinya atau unit fisikanya. Di dalam
ekosistem tersebut hidup berbagai populasi yang saling berinteraksi dengan
lingkungannya. Sebagai contoh adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan unit biologi: ekosistem tundra dan hutan
hujan
2. Berdasarkan elemen fisik: danau oligotropic
3. Berdasarkan minat sumberdaya alam: tuna ground, oyster bed
C. Parameter Populasi
Populasi selalu tersusun atas beberapa individu sejenis. Oleh karena itu,
parameter yang diukur saat dilakukan kajian/studi juga ada perbedaan.
1. Parameter individu. Parameter yang terukur dari individu adalah pada level
individu atau satu organisme. Parameter tersebut meliputi: ukuran tubuh,
morfologi, pertumbuhan (dalam rasio panjang/berat), kelahiran, dan kematian.
2. Parameter populasi. Parameter yang terukur adalah pada level populasi. Parameter
ini meliputi: kepadatan, pola distribusi, struktur umur, pertumbuhan (dalam
satuan jumlah per biomass), kecepatan kematian, dan kecepatan kelahiran.
Antara kedua kelompok parameter tersebut ada perbedaan. Misalnya dalam hal
pengukuran pertumbuhan. Pada parameter individu yang dimaksud pertumbuhan
adalah pertumbuhan satu individu, misalnya pada berat dan panjang dlam satu
kurun waktu tertentu. Akan tetapi, dalam parameter populasi, yang dimaksud
pertumbuhan adalah perubahan jumlah indiidu dalam suatu populasi.
D. Kepadatan
Istilah densitas dan kemelimpahan seringkali pengertiannya dianggap sama.
Walaupun demikian sebenarnya kedua istilah tersebut pengertiannya berbeda.
1. Kepadatan (density) diartikan sebagai jumlah individu dalam suatu
populasi per satuan luas area. Kepadatan ini dibedakan menjadi 2 hal, yaitu
sebagai berikut.
2. Kepadatan mutlak: diperoleh dengan cara menghitung jumlah makhluk hidup per
unit luas area. Kepadatan mutlak ini yang biasa disebut dengan istilah density.
3. Kepadatan nisbi/relatif: diperoleh dengan cara membandingkan kepadatan
mutlak suatu tempat dengan kepadatan mutlak di tempat yang lain. Kepadatan
nisbi inilah yang biasa disebut dengan istilah abundance atau
kemelimpahan.
Besar kecilnya kepadatan dapat berubah-ubah seiring dengan waktu. Hal hal
yang dapat mempengaruhi kepadatan terutama adalah kelahiran, kematian,
imigrasi, dan emigrasi. Kelahiran (yang dapat menambah
jumlah) dipengaruhi oleh kemampuan reproduksi. Kematian (yang dapat mengurangi
jumlah) lebih banyak disebabkan oleh faktor lingkungannya. Imigrasi dan
emigrasi, karena pengaruhnya sering tidak signifikan maka faktor ini sering
diabaikan.
E. Pola Distribusi
Sebaran ikan secara umum memiliki pola-pola tertentu. Pola ini dapat
terjadi karena pengaruh faktor lingkungan serta sifat sifat yang dimiliki oleh
ikan tersebut. Ada beberapa pola, antara lain sebagai berikut :
1. Pola distribusi vektorial: pola ini terbentuk sebagai jawaban atas pengaruh
faktor lingkungan fisik dan kimia.
2. Pola distribusi reproduktif: pola ini terbentuk karena terkait dengan
reproduksi
3. Pola distribusi acak: Pola ini terbentuk karena adanya pengaruh dari
”kesempatan” dalam suatu lingkungan yang seragam.
4. Pola distribusi contagious: pola ini berupa adanya kelompok individu yang
berada di suatu tempat, tetapi tidak ditemui di daerah sekitarnya yang lain
yang berbedakatan. Akan tetapi populasi ini dapat ditemukan di tempat lain yang
juga hidup secara berkelompok.
5. Pola overdispersion: pola distribusi yang acak yang jarang jarang yang
hidup dalam suatu ruang/tempat yang seragam. Jadi, ada semacam pembagian ruang
hidup di tempat tersebut.
6. Pola distribusi co-active: pola ini terbentuk karena adanya akibat dari
interaksi dengan hewan lain berupa kompetisi.
F. Struktur Umur
Natalitas dan mortalitas yang terjadi dalam suatu populasi akan
menghasilkan suatu set umur tertentu yang jumlahnya tidak sama. Suatu struktur
dalam populasi yang terdapat pengelompokan berdasarkan umur. Jadi, sekumpulan
cohort dalam sebuah populasi. Lazimnya, dalam kondisi normal cohort dengan umur
muda lebih banyak jumlahnya daripada cohort dengan umur yang lebih tua. Hal
tersebut karena terkait dengan faktor mortalitas masing masing cohort. Hal
tersebut karena untuk dapat bertahan hidup, ikan harus melwati banyak hambatan
untuk hidup, misalnya predator dan pengaruh lingkungan. Apalagi pada masa awal
kehidupannya merupakan fase paling kritis dari siklus hidupnya.
G. Pertumbuhan Populasi
Pertumbuhan populasi adalah perubahan jumlah individu dalam sebuah
populasi. Pertumbuhan ini dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berkaitan.
Faktor pendukung pertambahan populasi, antara lain natalitas yang lebih besar
daripada mortalitasnya. Faktor yang dapat menghambat pertumbuhan populasi
antara lain lingkungan yang tidak sesuai, kompetisi ruang dan jumlah makanan,
serta penyakit.
H. Suplai Makanan Dan Hubungan
Pakan-Ikan
Pakan merupakan salah satu komponen yang memiliki pengaruh sangat besar
terhadap besar kecilnya suatu populasi ikan. Beberapa konsep yang berkaitan
dengan suplai makanan dan hubungan pakan-ikan, antara lain sebagai berikut :
1. Konsep Suplai Makanan
Suplai makanan berpengaruh cukup
besar terhadap besar populasi ikan. Walaupun hal tersebut tidak sederhana, dan
melewati suatu proses jaring-jaring makanan yang kompleks. Suplai makan
tersebut dapat mempengaruhi populasi terkait dengan: jumlah, kualitas, dan
ketersediaan makanan yang ada. Adanya makanan dalam jumlah yang cukup akan
mempengaruhi: pertumbuhan ikan, kematangan gonad, dan kemampuan bertahan hidup
dari ikan.
Jumlah dan komposisi makanan akan
menentukan jumlah dan komposis spesies dalam satu kelompok ikan. Selain itu,
jumlah pakan yang dimakan akan mempengaruhi: fekunditas tahunan, laju
pertumbuhan, waktu kedewaaan, dan lamanya hidup.
Suplai makanan dapat berpengaruh terhadap populasi ikan, antara lain
terkait oleh hal-hal berikut :
1.
Kebiasaan makan secara
individual, yang dalam hal ini dipengaruhi oleh umur dan jenis. Jumlah pakan, kualitas, dan ketersediaan pakan.
2.
Kompetisi terhadap pakan yang
sama, walaupun pada spesies yang sama jarang terjadi. Namun kompetisi ini
menjadi sangat genting justru pada fase anakan ikan.
3.
Ikan pada level tropik atas
memakan jenis makanan yang beragam
4.
Makanan di level tropik bawah
lebih sedikit
5.
Spesies euryphagus makan lebih
banyak dan memiliki cakupan gegrafis lebih luas daripaka spesies stenophagus.
6.
Organisme stenophagus umumnya
berada di daerah tropis
7.
Ikan memiliki perlindungan diri
terhadap predator
Ketersediaan pakan dipengaruhi oleh kondisi abiotik perairan. Faktor
abiotik tersebut, antara lain sebagai berikut: suhu, transparansi, angin,
fluktuasi permukaan air, perubahan perluasan area makan, dan keterlindungan pakan
dari predator. Hubungan Makan antara Asosiasi
Fauna Tunggal pada Variasi Garis Lintang yang Berbeda.
Dalam perkembangannya ikan selalu beradaptasi dengan lingkungannya termasuk
dalam hal makanan dengan tujuan supaya dapat memanfaatkan makanan yang tersedia
secara maksimal. Ikan ikan yang saling beraosiasi dalam satu kelompok dalam
area tertentu biasanya akan beradaptasi dalam hal makanan, untuk mencegah
adanya konflik dengan ikan yang lain, yang memiliki kebutuhan pakan hayati yang
sama (pemakan plankton, pemakan benthos, dan predator) karena adanya perbedaan
pakan yang dimakan.
Garis lintang bumi ternyata berpengaruh terhadap suplai makanan. Perbedaan
ketersediaan makanan di daerah lintang yang berbeda mempengaruhi perilaku makan
ikan. Di daerah tropis, ikan biasanya akan mengurangi volume makan saat musim
kemarau karena keterbatasan suplai makanan. Bahkan beberapa jenis mengalami
hibernasi untuk mengirit emergi.
Ikan ikan di daerah lintang tinggi selalu beradaptasi untuk makan berbagai
jenis makanan dalam jumlah yang bervariasi untuk menjaga ketersediaan makanan.
Sebaliknya di daerah dengan lintang rendah variasi jenis makanan lebih rendah
karena ketersediaan makanan relatif stabil. Pada masa tertentu migrasi diperlukan karena terkait dengan ketersediaan
makanan. Keteraturan makan dapat dipengaruhi oleh migrsi ikan, walaupun ada
penurunan pemangsaan makanan di sungai.
I. Hubungan Makan Di Antara Spesies
dalam Asosiasi yang Berbeda
Dalam satu kelompok ikan tersusun atas beberapa spesies. Dalam satu kelompok
tersebut akan terjadi kompetisi yang sangat tajam (dalam hal makanan) apabila
mereka memiliki jenis makanan yang sama. Tidak banyak suatu daerah yang hanya terdiri atas satu kelompok saja.
Umumnya dalam satu daerah terdapat beberapa kelompok. Sebagai contoh adalah
danau Arktik dan beberapa pegunungan di Asia. Di danau tersebut hanya ada satu
kelompok ikan saja. Hal tersebut karena adanya penyesuaian iklim yang akan
meperpanjang rantai makanan.
Lokasi atau zona berpengaruh terhadap hubungan makan. Garis lintang bumi
memiliki kondisi yang berbeda sehingga wilayah tropis dan sb tropis hubungan
makan juga berbeda. Komunitas di daerah lintang tinggi atau daerah sub-tropis
lebih menguntungkan saat makanan pokok tidak tersedia. Sebaliknya komunitas di
daerah lintang rendah atau tropis lebih menguntungkan apabila makanan pokok
tersedia. Di daerah lintang rendah, predator akan lebih mudah mentransfer prey
dibandingkan di daerah tintang tinggi. Prey atau mangsa yang berfungsi sebagai
makanan pokok predator umumnya mempunyai kesamaan bentuk dengan predator.
Ketersediaan pakan merupakan pembatas biologis, misalnya pertumbuhan dan
kemampuan reproduksi. Oleh karena itu, besar populasii juga dipengaruhi oleh
ketersediaan pakan. Dalam suatu area ikan ikan yang
ada akan saling berinteraksi. Antara satu dengan yang lain ada yang
interaksinya tidak menimbulkan masalah namun ada yang dapat menimbulkan masalah
apabila terhadap hubungan predator dan prey. Beberapa ikan di daerah
sub-tropis atau di daerah dengan lintang tinggi, karena keterbatasan makanan
maka ikan ikan tersebut dapat mengalami perubahan secara dratis penjadi
predator. Pada sebuah lokasi pemangsaan yang luas, maka pemangsaan akan
meningkat jumlahnya apabila lokasi terseut ternyata merupakan rute migrasi pemijahan.
J. Hubungan Makan Di Antara Spesies
Dalam satu populasi, (terutama untuk ikan yang hidup berkelompok) antara
satu individu dengan individu yang lain memiliki hubungan yang erat dalam
kaitannya dengan masalah makanan. Populasi dapat maksimum apabila pakan yang
tersedia juga maksimum dan adanya gangguan dari predator. Ketersediaan pakan
dapat maksimum apabila terdapat adaptasi ikan terhadap jenis makanan.
Karena adanya pengarh berbagai faktor, misalnya musim dan kompetisi,
ternyata dapat mempengaruhi ketersediaan pakan. Salah satu cara ikan untuk
tetap menjaga agar pakan selalu tersedia dalam jumlah yang cukup adalah ikan
melakukan pergerakan berpindah tempat atau migrasi. Ikan-ikan tersebut akan
bermigrasi sampai di tempat di mana terdapat suplai makanan yang cukup. Perilaku lain yang yang berkaitan dengan hubungan makan di natara spesies
adalah kebiasaan bergerombol. Kebiasaan bergerombol ini memiliki beberapa manfaat,
antar lain sebagai berikut :
1.
Ikan dapat memulai makan dan
berhenti makan pada saat yang sama. Dengan adanya gerombolan yang
besar akan mempersulit predator untuk menyerang mangsanya sehingga ikan-ikan
yang menjadi prey lebih terlindung.
2.
Kondisi Abiotik Mempengaruhi
Suplai Makanan. Variasi kondisi abiotik memiliki
pengaruh yang sangat besar terhadap ”food intake” atau jumalh pakan yang
dimakan. Sementara itu, kondisi abiotik ditentukan oleh besar luas zona
geografi dan kedalaman, di mana di tempat tersebut terjadi hubungan makanan.
Suplai makanan berkaitan erat dengan panjang periode vegetatif. Periode
vegetatif adalah suatu masa di mana populasi dapat menjalankan metabolisme
secara maksimal dan membangun jaringan tubuhnya dalam kondisi tersedianya
makanan, dalam kondisi yang sesuai. Waktu dan durasi (periode) makan ikan
bergantung pada kondisi ketersediaan makan yang terkait dengan kondisi abiotik
dan kondisi ikan itu sendiri. Secara seksual, ikan ikan yang belum dewasa
memiliki periode yang lebih panjang daripada ikan dewasa. Jumlah pakan yang
dimakan oleh ikan bervariasi. Adanya variasi ini dipengaruhi oleh panjang
periode makan dan suhu, selama periode makan. Beberapa kondisi lain yang
berpengaruh terhadap suplai makanan yang akhirnya juga berpengaruh terhadap
jumlah makan yang dimakan oleh ikan, antara lain sebagai berikut. Wilayah geografi secara alami berpengaruh terhadap kecepatan reproduksi
makanan. Kecepatan reproduksi inilah yang akan berakibat terhadap banyak pakan
yang dimakan. Angin dapat berpengaruh terhadap suplai makanan. Misalnya, adanya angin
besar membuat serangga banyak yang jatuh ke air, dan dapat memperbesar suplai
makanan yang tersedia. Cahaya berpengaruh terhadap
jumalh pakan yang dimakan. Misalnya, adanya cahaya memudahkan predator untuk
meburu mangsanya.
Kondisi
perikanan dunia saat ini tidak dapat lagi dikatakan masih berlimpah. Tanpa
adanya konsep pengelolaan yang berbasis lingkungan, dikhawatirkan sumber daya
yang sangat potensial ini-sebagai sumber protein yang sehat dan murah-bisa
terancam kelestariannya. Karena itu, sidang Organisasi Pangan Sedunia (FAO) memperkenalkan
Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) sejak 1995. Konsep yang
diterjemahkan sebagai Tata Laksana Perikanan yang Bertanggung Jawab (Code of
Conduct for Responsible Fisheries) tersebut telah diadopsi oleh hampir seluruh
anggota badan dunia sebagai patokan pelaksanaan pengelolaan perikanan.
Sekalipun sifatnya sukarela, banyak negara telah sepakat bahwa CCRF merupakan
dasar kebijakan pengelolaan perikanan dunia. Dalam pelaksanaannya, FAO telah
mengeluarkan petunjuk aturan pelaksanaan dan metode untuk mengembangkan
kegiatan perikanan yang mencakup perikanan tangkap dan budidaya. Sejak
pertengahan tahun 1990-an, sebagian ahli perikanan dunia memang telah melihat
adanya kecenderungan hasil tangkapan perikanan global yang telah mencapai titik
puncak. Bahkan di beberapa wilayah dunia, produksi perikanan telah menunjukkan
gejala tangkap lebih (overfishing).
Kondisi
overfishing di beberapa bagian dunia dapat dibuktikan dengan membuat analisis
rantai makanan (trophic level) terhadap ikan-ikan yang tertangkap. Hasil yang
ada menunjukkan bahwa aktivitas perikanan oleh manusia menurunkan populasi
ikan-ikan jenis predator utama, seperti tuna, marlin, cucut (Myers dan Worm,
2003). Dengan jumlah alat tangkap yang dimiliki armada perikanan dunia saat ini
serta dibarengi kemajuan teknologi yang ada, nelayan modern tidak perlu lagi
mencari-cari daerah penangkapan terlalu lama seperti yang dilakukan generasi
terdahulu, di mana mereka harus berlayar berhari-hari untuk mencapai fishing
ground atau daerah penangkapan ikan. Akibat dari berkurangnya populasi ikan
pada trophic level tinggi, tingkat eksploitasi terhadap jenis ikan yang berada
pada tingkat trophic level yang lebih rendah, seperti ikan-ikan pelagis kecil
dan cumi-cumi, akan meningkat. Kecenderungan demikian disebut Fishing Down
Marine Food Web, yang pertama kali diperkenalkan Pauly et al, 2002.
Ilustrasi
gejala Fishing Down Marine Food Web seperti yang dimaksud. Kecenderungan ini
tidak bisa dibiarkan karena pada akhirnya manusia hanya akan bisa menyantap sup
ubur-ubur dan plankton.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Analisis Populasi Ikan
Analisis populasi ikan sangat diperlukan
dalam mengkaji beberapa sumber perkembangan suatu populasi ikan dan stok ikan
yang ada baik pada perairan darat maupun pada perairan laut yang dimana hal
tersebut diperlukan karena besar populasi ikan dari waktu ke waktu selalu
berubah.
Adapun
beberapa contoh analisis populasi ikan yang di lakukan oleh beberapa penelitian
yakni sebagai berikut :
1. Hubungan
Panjang-berat
Hasil analisis panjang-berat, tanpa
membedakan jenis kelamin dan lokasi penelitian didapatkan bahwa pertumbuhan
ikan Serandang adalah isometrik dengan nilai b = 3,15 (b = 3, n = 154, dengan
taraf signifikansi 0,05 dan 0,01). Jika analisis hubungan panjang-berat ikan
serandang dibedakan berdasarkan lokasi dan waktu pengambilan sampel maka
didapat nilai b berkisar 2,9681 - 3,598. Ikan serandang yang tertangkap
dilokasi penelitian Sungai Beringin dan Sungai Arisan Belido mempunyai pola
pertumbuhan Alometrik (b = 2,9681 dan 2,9886, b<3 dengan taraf signifikansi
0,05 dan 0,01) dan Sungai Gumai pola pertumbuhan bersifat Isometrik dengan
nilai b = 3,589, b>3. Analisis
hubungan panjang berat dari suatu populasi ikan mempunyai beberapa kegunaan,
yaitu memprediksi berat suatu jenis ikan dari panjang ikan yang berguna untuk
mengetahui biomassa populasi ikan tersebut (Smith, 1996), parameter yang
digunakan untuk memprediksi hubungan panjang berat suatu populasi ikan dapat
dibandingkan dengan populasi ikan di badan air yang lain, parameter pendugaan
antara kelompok-kelompok ikan untuk mengidentifikasi keadaan suatu populasi
suatu jenis ikan berdasarkan ruang dan waktu (Arteaga et al., 1997).
Analisis panjang-berat yang dihubungkan
dengan data kelompok umur dapat digunakan untuk mengetahui komposisi stok, umur
saat pertama memijah, siklus kehidupan, kematian pertumbuhan dan produksi
(Fafioye, 2005) Selain itu juga untuk membedakan unit-unit taksonomi melihat
perubahan pada ikan yaitu metamorfosis petumbuhan, dan memprediksi jumlah ikan
yang didaratkan. Dari data panjang-berat yang didapat selama bulan
Juni-Desember telah didapat faktor kondisi ikan Serandang (Channa
pleurophthalmus) menyebar pada kisaran 0,3245 - 1,9372 dengan rata-rata
1,0997. Faktor kondisi dengan nilai terendah (0,3245) dijumpai pada pasangan
data bulan Agustus di stasiun penelitian Arisan Belido dan faktor kondisi
tertinggi (1.607) terdapat pada bulan Juli di stasiun penelitian Sungai
Beringin. Hasil rata-rata Faktor Kondisi (KTL) dengan nilai 1,0997 dan nilai
tertinggi 1,607 berarti ikan badannya kurang pipih. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Lagler, 1961 (dalam Effendie, 1975). Untuk ikan yang badannya
agak pipih KTL berkisar antara 2 - 4 dan untuk ikan yang badannya kurang pipih
KTL berkisar antara 1 - 3. Faktor kondisi atau indek ponderal adalah
perbandingan antara berat ikan dengan pangkat tiga panjangnya merupakan faktor
yang menggambarkan kondisi kegemukan ikan (Effendie, 1975).
2.
Hubungan Fekunditas dengan
Panjang Total dan Berat Ikan
Hasil perhitungan hubungan antara fekunditas
(F) dengan panjang (L) dan berat tubuh (W), nampak adanya korelasi yang
signifikan. Persamaan dari korelasi tersebut adalah F = 78,898L + 3584,1, n =
24 , r = 0,6701 dan F = 10,923 W + 1896, n = 24, r = 0,7149. Dari persamaan
tersebut menunjukkan bahwa fekunditas ikan Serandang (Channa plerophthalmus)
berkorelasi erat dengan berat ikan dibandingkan dengan panjang ikan. Berat
gonad yang diperoleh selama penelitian berkisar 3,7 - 7,1 g dengan rata-rata
5,502 g. Fekunditas telur ikan Serandang berkisar 4290 – 1223 butir dengan
rata-rata 7491 butir dengan indeks kematangan gonad berkisar 0,711 - 1,486
dengan rata-rata 1.087. Berdasarkan penelitian tahun 2004 puncak pemijahan ikan
Serandang (Channa plerophthalmus) terjadi pada bulan Mei, Juli dan
September. Diperkirakan ikan ini adalah jenis ikan yang memijah sepanjang tahun
karena pada tiap bulan pengambilan sampel selalu ditemukan ikan dengan tingkat
kematangan gonad IV dan ukuran ikan baik panjang total maupun berat yang
didapat juga beragam. Pengetahuan tentang fekunditas (kemampuan ikan untuk
menghasilkan telur) dari suatu jenis ikan merupakan faktor yang sangat penting
untuk mengetahui siklus hidup ikan tersebut. Pendugaan fekunditas dari suatu
jenis ikan sangat berguna untuk mengetahui kemampuan bertahan hidup anakan
ikan, evaluasi stok ikan, budidaya ikan yang didasarkan pada inkubasi telur.
Fekunditas absolut (F) adalah jumlah total telur matang yang terdapat di dalam
ovarium utama yang siap memijah dari suatu individu ikan betina (King, 1997).
Hubungan antara panjang-berat ikan dengan
fekunditas adalah suatu fungsi alometrik penting dari suatu parameter yang
relevan yang berguna dalam berbagai aplikasi yaitu pendugaan fekunditas dari
suatu populasi ikan, pendugaan fekunditas rata-rata dari suatu kelompok panjang
ikan, membandingkan kapasitas produksi telur antar populasi maupun dalam
populasi itu sendiri, memperkirakan kapasitas produksi telur sebagai hasil dari
proses pertumbuhan ikan. Jenis makanan juga mempengaruhi fekunditas ikan. Jika
makanan berasal dari hewan (ikan bersifat karnivora) maka fekunditasnya akan
lebih tinggi jika dibandingkan dengan ikan yang sumber makanannya berasal dari
tumbuhan. Ikan Serandang (Channa pleurophthalmus) bersifat predator dan
karnivora. Makanan utamanya adalah ikan yang berukuran lebih kecil dan udang.
Dari hasil pengamatan pakan alami isi usus ikan Serandang (Channa
pleurophthalmus) hampir 100% berupa hancuran daging ikan dan udang sisanya
adalah jenis cacing, sehingga dapat dikatakan bahwa ikan ini adalah karnivora
murni. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan antara panjang usus ikan dan
panjang total ikan yaitu jika ikan mempunyai ukuran panjang total yang besar
maka mempunyai nilai perbandingan yang kecil dan juga sebaliknya (Kottelat, 1993).
3.
Hubungan Antara Fitoplankton
dengan Zooplankton (Kopepoda)
Berdasarkan hasil perata-rataaan dari semua
data kelimpahan fitoplankton dan zooplankton dari semua stasiun baik pada saat
pasang maupun surut selama penelitian, didapatkan adanya kecenderungan
perubahan rata-rata total kelimpahan zooplankton mengikuti perubahan rata-rata
total kelimpahan fitoplankton. Rendahnya kelimpahan fitoplankton pada
minggu-minggu awal diduga merupakan efek pemangsaan oleh zooplankton yang
kelimpahannya relatif tinggi pada minggu-minggu awal dimana juga kemungkinannya
besar beberapa saat sebelumnya. Akibat populasi fitoplankton yang rendah maka
jumlah makanan yang tersedia bagi zooplankton tidak mendukung untuk peningkatan
populasinya sehingga mengalami penurunan beberapa saat kemudian. Menurunnya
populasi zooplankton mengurangi tekanan bagi fitoplankton sehingga secara
perlahan mengalami kenaikan. Akibat dari kenaikan kelimpahan populasi
fitoplankton ini adalah mendorong kembali pertumbuhan zooplankton karena
makanannya mulai mengalami kenaikan. Demikan mekanisme pemangsaan yang
membentuk dinamika fitoplankton dan zooplankton.
Untuk melihat adanya efek pemangsaan
zooplankton terhadap fitoplankton dimana energi yang dikonsumsi pada saat
tertentu akan berdampak pada populasi setelah beberapa waktu kemudian, maka
dilakukan perhitungan korelasi (Spearman Correlation) antara
kelimpahan zooplankaton saat t dengan kelimpahan fitoplankton saat t, t-1, t-2
dan t-3 (fitoplankton saat t, 1 minggu, 2 mingg dan 3 minggu sebelumnya).
Hasilnya menunjukkan bahwa nilai R Spearmann tertinggi didapatkan
pada
korelasi antara kelimpahan zooplankton saat t dengan kelimpahan fitoplankton 1
minggu sebelumnya (t-1) yaitu 0.4899, kemudian t-2, t dan t-3 dengan nilai R
Spearman secara berurut 0.4725, 0.4651, dan 0.2677. Hasil ini menunjukkan bahwa
kelimpahan populasi zooplankton pada saat tertentu lebih dipengaruhi dan
berkaitan dengan kelimpahan populasi fitoplankton seminggu seblumnya. Dengan
nilai R yang kecil dan R2 paling tinggi sebesar 0.24 yang berarti bahwa hanya
24% keragaman kelimpahan zooplankton pada saat t dapat dijelaskan oleh
keragaman kelimpahan fitoplankton seminggu sebelumnya, menunjukkan bahwa selain
kelimpahan fitoplankton maka ada faktor lain yang pengaruhnya lebih besar dalam
mengontrol populasi zooplankton. Faktor-faktor tersebut mungkin saja pemangsa
zooplankton dari hewan tingkat tinggi lainnya yang tidak diukur dalam
penelitian ini. Berdasarkan perhitungan korelasi antara total kelimpahan
fitoplankton dengan setiap genus fitoplankton yang ditemukan, didapatkan ada 17
genus fitoplankton yang signifikan memperlihatkan korelasi (positif maupun
negatif) dengan total kelimpahan zooplankton. Berdasarkan Kelas fitoplankton
maka genus-genus dari Diatom yang lebih banyak menunjukkan korelasi yang
positif dengan zooplankton, diantaranya Chatoceros, Bacteriastrum dan
Coscinodiscus. Adanya genus yang memperlihatkan korelasi negatif ada
berbagai kemungkinan yaitu genus tersebut merupakan kompetitor bagi genus yang
menjadi makanan zooplankton atau jika genus tersebut dimakan oleh zooplankton
maka pada saat pengambilan sampel terjadi periode dimana menurunnya populasi
genus tersebut akibat pemangsaan yang terjadi beberapa saat sebelumnya. Hal ini
sulit dipastikan karena tidak dilakukan analisis lambung zooplankton selama
penelitian.
K. Teknik
dan Metode Pendugaan Populasi Ikan
Pengkajian polpulasi ikan banyak menggunakan
beberapa perhitungan statistik dan matematik untuk memprediksi secara kuantitatif
tentang perubahan populasi ikan dan menentukan alternatif pilihan manajemen
perikanan.
Teknik
pendugaan stok
Pengkajian
stok terdiri 4 tahapan:
1. Pendugaan
karakteristik stok (pertumbuhan, mortalitas alam dan karena penangkapan serta
potensi reproduksi).
2. Pendugaan
kelimpahan ikan di laut,
3. Hubungan
antara upaya (effort) dan mortalitas penangkapan
4. Pendugaan
produksi untuk jangka pendek dan jangka panjang berupa skenario penangkapan
atas dasar kelimpahan dan karakteristik stok masa sekarang.
a. Metode pendugaan stok
Metode
berbasis panjang ikan. Khusus masalah di daerah
tropis, adalah kesulitan dalam menentukan umur ikan secara tepat. Metode dengan
berbasis panjang ikan dalam penelitian perikanan untuk pendugaan stok semakin
dikembangkan dan diperbaharui. FISAT (FAO-ICLARM = Stock Assessment Tool)
merupakan perangkat lunak yang dikembangkan dari pakel ELEFAN (Electronic
LEngth Frequency ANalysis) dan LFSA (Length-based Fish Stock Assessment)
dijadikan paket standar metode yang didasarkan pada panjang. Keluaran dari
program FISAT adalah:
1. Perkiraan
parameter pertumbuhan dari ukuran panjang ikan, pertumbuhan tumbuh dan
frekuensi panjang.
2. Perkiraan
mortalitas dan parameter yang terkait.
3. Identifikasi
rekruitmen musiman.
4. Penghitungan
rekruitmen dengan menggunakan virtual population analysis (VPA).
5. Prediksi
dari produksi dan biomas per rekrut (Y/R; B/R) dari model Beverton dan Holt
(1957) dan Thompson dan Bell (1934) untuk single atau multi spesies.
b. Metode tak langsung.
Metode tak langsung.
Terdapat beberapa pendekatan untuk pendugaan sumber daya perikanan secara tidak
langsung. Diantaranya adalah pendugaan produksi ikan dari produksi primer,
kelimpahan zooplankton, survei telur dan larva ikan dan pengujian kandungan
perut ikan pada tingkat trophic tinggi. Dari uraian tersebut di atas,
bisa disimpulkan apa tugas ahli perikanan dalam menjawab beberapa pertanyaan
berikut :
1. Bagaimana
keadaan hasil penangkapan sekarang sebagai gambaran potensi hasil penangkapan
yang maksimum.
2. Bagaimana
keadaan tingkat penangkapan dan apa yang terjadi bila eksploitasi ditingkatkan.
3. Berapa
armada kapal yang diperlukan untuk operasi penangkapan pada level yang optimal.
4. Bagaimana
pengaruhnya terhadap stok dan hasil tangkapan bila ada perubahan ukuran mata
jaring (mesh size), atau pengaruh terhadap ukuran minimum ikan yang tertangkap.
DAFTAR PUSTAKA
Arinardi, O. H., 1989. Zooplankton Di
Perairan Sekitar Cilacap (Jawa Tengah) danHubungannya dengan Perikanan. Jurnal
Penelitian Perikanan Laut, 53.Jakarta.
Arinardi, O.
H., A. B. Sutomo, S. A. Yususf, Trimaningsih, E. Asnaryanti, dan S. H.Riyono.,
1997. Kisaran Kelimpahan dan Komposisi Plankton Predominan Di Perairan Kawasan
Timur Indonesia. Pusat penelitian dan Pengembangan Oseanologi, LIPI. Jakarta.
Bold, H. C.,
and M. J. Wynne. 1985. Introduction to The Alagae. 2nd Edition. Prentice Hall,
Englewood Cliffs, New Jersey.
Heyman, U.,
and A. Lundgren., 1988. Phytoplankton Biomass and Production in Relation to
Phosforus, Some Conclusions from Field Studies. Hydrobiologia, 170: 211-227..
Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama.
Yogyakarta.
Nikolskii, G.V. 1980. Theory of Fish Population Dynamics as the
Biological Background for Rational Exploitation and Management of Fishery
Resources. Bishen SinghMahendra Pal Singh and Otto Koeltz science
Publisher. Delhi.
Sutherland, W.J. 1996. Ecological Census Techniques – a hand book.
Cambridge University Press. Cabridge.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar