ads ads ads ads

Rabu, 27 Juni 2012

Prediksi Spanyol vs Portugal 28 Juni 2012 Semifinal Euro 2012


Prediksi Spanyol vs Portugal 28 Juni 2012 .Prediksi Skor Spanyol vs Portugal 28 Juni 2012 . Prediksi Pertandingan Spanyol vs Portugal 28 Juni 2012 . Pada saat ini saya akan memposting tentang Prediksi Spanyol vs Portugal 28 Juni 2012 . Sebelumnya saya baru pertama kali ini memposting tentang prediksi sepakbola , tujuan saya untuk melihat berapa banyak visitor yang dapat saya dapatkan dengan kw ini . Oke langsung saja simak ulasan tentang Prediksi Spanyol vs Portugal 28 Juni 2012 di bawah ini :

Pertandingan semifinal pertama antara spanyol melawan portugal tanggal 28 Juni 2012 pukul 01.45 WIB di RCTI ini diprediksi akan berlangsung sangat seru . Pertandingan Spanyol melawan Portugal ini akan di selenggarakan di stadion Donbess Arena .

Kedua tim berhasil melaju ke semifinal setelah mengalahkan lawan - lawanya di babak perempat final . Spanyol berhasil menghajar Prancis 2-0 dengan 2 gol oleh xabi alonso . Sedangkan Portugal berhasil mengalahkan Republik Ceko 1-0 berhat gol tunggal Cristiano Ronaldo . Tentu saja pada pertandingan kali ini portugal ingin sekali membalas dendam atas kekalahan 0 - 1 lawan spanyol pada piala dunia 2012 tersebut .

Pelatih Portugal , Seleccau Paulo Bento tetap percaya diri bisa mengalahkan juara bertahan spanyol walaupun sedang ada masalah dalam antar pemain portugal yaitu adanya perkelahian antara Ricardo Quaresma dan Miguel Lopes saat latihan tepat pada sabtu akhir pekan lalu .

Tentunya portugal tetap akan mengandalkan pemain terbaiknya yaitu cristiano ronaldo yang telah mencetak 3 Gol selama euro 2012 untuk membobol gawang iker casillas . Namun tentunya spanyol tidak akan tinggal diam , spanyol kemungkinan besar tetap akan bermain tiki taka dengan tidak memberikan ruang bergerak bagi pemain portugal , namun spanyol juga harus mewaspadai serangan balik portugal .

Head to Head Spanyol vs Portugal

18-11-2010: Portugal 4-0 Spanyol
30-06-2010: Spanyol 1-0 Portugal
21-06-2004: Spanyol  0-1 Portugal
07-09-2003: Portugal 0-3 Spanyol
14-02-2002: Spanyol 1-1 Portugal
19-01-1994: Spanyol 2 -2 Portugal


Lima Pertandingan Terakhir Spanyol

24-06-2012 Spain 2-0 France
19-06-2012 Croatia 0-1  Spain
15-06-2012 Spain 4-0 Ireland Republic
10-066-2012 Spain 1-1  Italy
04-06-2012 Spain 1-0 China

Lima Pertandingan Terakhir Portugal

22-06-2012 Czech Republic 0-1 Portugal
18-06-2012 Portugal 2-1Netherlands
13-06-2012 Denmark 2-3 Portugal
10-06-2012 Germany 1-0 Portugal
03-06-2012 Portugal 1-3 Turkey

Prediksi Pemain Spanyol vs Portugal 28 Juni 2012

Spanyol = Casillas,Arbeloa, Ramos, Pique, Alba,Busquets, Alonso,Silva, Xavi, Iniesta,Fabregas
Portugal = Rui Patricio,Pereira, Pepe, Alves, Coentrao.Moutinho, Veloso, Meireles,Nani, Almeida, Ronaldo

Prediksi Skor Spanyol vs Portugal 28 Juni 2012

Saya memperdiksikan pertandingan ini akan dimenangkan oleh spanyol dengan skor , spanyol 2-1 portugal.

Sekian yang dapat saya sampaikan . Semoga informasi Prediksi Spanyol vs Portugal 28 Juni 2012 bermanfaat . Terima Kasih . - Prediksi Spanyol vs Portugal 28 Juni 2012

Minggu, 24 Juni 2012

ASAL USUL NAMA PULAU DIGUGUS KEPULAUAN TUKANG BESI (WAKATOBI)

Kepulauan Tukang Besi adalah kepulauan yang terletak disebelah timur pulau Buton. Konon katanya dikarenakan penduduk dikepulauan itu sejak dahulu kala telah mengembangkan kebolehan mereka sebagai “Tukang Besi”, maka berdasarkan hasil penelusuran riwayat lama yang dituturkan oleh La Ode Bosa ( Sejarawan Buton ) pendugaan seperti itu, tidak benar. Yang benar, Tukang Besi yang diabadikan menjadi nama kepulauan itu adalah berawal dari peristiwa kehadiran beberapa ratus tokoh rakyat Maluku dibawah pimpinan Raja Hitu ( dipulau Ambon ) yang bernama “Tuluka Bessi ”
Raja Tuluka Besi bersama pengikutnya tiba di pantai Patuno ( Patahuano ) dipulau Wangi – Wangi sebagai tawanan VOC. Mereka disingkirkan keluar dari Maluku karena pemberontakan yang dilakukan melawan VOC yang memusnakan pohon rempah -rempah ( Pala dan cengkeh ) milik raja dan rakyat Maluku yang oleh Belanda ( VOC ) gerakan pemusnahan pohon rempah-rempah itu dikenal sebagai Hongi – Tochen, karena setiba dipulau Wangi – Wangi para tawanan itu berontak lagi bahkan membunuh habis semua serdadu VOC yang menjaga mereka, maka para tawanan itu dipencarkan kebeberapa pulau yang saling terpisah dikawasan itu. Selain masih tetap dipulau Wangi-Wangi, sebagian lagi di Tomia dan Binongko.
Dari tindakan pemencaran para tawanan dari maluku kebeberapa pulau digugus kepulauan itulah, maka penduduk dari aparat kesultanan Buton, menyebut gugus kepulauan itu menjadi kepulauan Tuka Besi. Tuka Besi tersebut diabadikan menjadi “Tukang Besi”. Penyebutan Tukang Besi bagi gugus kepulauan itu terjadi sejak pertengahan abad ke-17.
Asal – usul nama – nama pulau yang ada di kepulauan Tukang Besi yang lazim pula dijuluki sebagai kepulauan Wakatobi :
1. Pulau Wangi – Wangi
Pulau ini terletak dekat dengan pulau Buton dan dikenal oleh pelayar-pelayar dari luar bernama Wangi-wangi, Sebenarnya penghuni pulau ini bernama “Koba”. Koba adalah nama sejenis pohon kayu yang banyak tumbuh dipulau ini pada masa lampau. Pohon koba itu banyak memberikan manfaat bagi penduduk setempat.
Dari pohon Koba itulah, batangnya dapat dibentuk menjadi sampan (perahu), Daun dan buahnya dapat dimakan, kulit batangnya dijadikan dinding rumah, bahkan dapat diproses menjadi selimut dan pakaian, dan sebelum penduduk dipulau ini mengenal peradaban menenun benang dari kapas. Lalu penduduk mengangkat nama kayu koba itu menjadi nama negeri (pulau) ini.
Pulau Koba itu dikemudian hari diperkenalkan namanya menjadi pulau “Wangi- Wangi” Bersumber dari riwayat lama yang ditutukan oleh LA ODE BOSA. Beliau menjelaskan bahwa sudah menjadi kebiasaan pelayar-pelayar sriwijaya, Majapahit dan negeri lainnya yang berlayar dari ked an dari maluku, manakala waktu itu terjadi angin
dan ombak besar, dan maka para pelayar akan singgah berlindung dipantai yang aman dipulau tersebut.
Lebih-lebih perahu yang sarat bermuatan rempah-rempah yang datang dari Maluku. Pada saat perahu-perahu iti berlabuh menanti cuaca baik,para awak perahu memanfaatkan waktunya membongkar muatan rempah-rempah yang terkena basah oleh ombak saat berlayar dari pulau maluku seperti : dilakukan penjemuran dan di kemas lagi. Disaat rempah-rempah dari tiap-tiap perahu itu dijemur disepanjang pesisir pantai, maka bersebaranlah bau wangi rempah-rempah itu., bagaiakan seluruh pulau itu menjadi bau wangi. kesan bau Wangi di pulau yang dijadikan tempat persinggahan itu, disebar luaskan oleh pelayar-pelayar kemana-mana, karena nama Koba yang diberikan oleh kalangan penduduk setempat tidak populer dikalangan pelayar asing.
2. Pulau Kapota
Pulau yang letaknya 2 mil arah sebelah barat pulau Wangi-Wangi itu, dikenal dengan pulau “Kapota”. Pada abad 5 lampau di Pulau Koba, memerintah seorang Ratu bernama Wa Surubaenda. Ratu itu beranak 4 orang. 2 orang anak laki-laki dan 2 orang anak perempuan. Setelah anak-anaknya dewasa Ratu Wa Surubaenda menyerahkan kekuasaannya kepada Gangsalangi berkuasa di Riwu Motalo (Liya dan Oroho), Gangsauri berkuasa di Tindoi, dan Wa Suru Bontongi berkuasa di Mandati Tonga yang menjadi pusat Togo Koba. Karena Pulau yang terletak disebelah barat, dihuni oleh migran dari Lamakera (Flores). Maka puterinya yang terbungsu bernama Patimalela diangkat menjadi penguasa di pulau itu. Karena pulau itu merupakan kegenapan atau kecukupan wilayah yang diperintah oleh dinasti Ratu Surubaenda, Maka pulau itu diberi nama “Kapota”. Dari kata “kapo” berarti genap atau lengkap. Dengan demikian, Kapota berarti kegenapan atau kelengkapan wilayah kekuasaan dinasti Wa Surubaenda.
3. Pulau Kaledupa
Kaledupa adalah pulau yang letaknya disebelah tenggara pulau Koba (Wangi-Wangi). Kata Kaledupa berasal dari “kauhedupa” yang berarti “kayu yang dijadikan dupa”
Konon dizaman dahulu, seorang tua bersama anak dan istrinya membuka lading dipulau itu. Pada suatu ketika,orang tua itu bermimpi tanaman diladangnya diserang hama.ind Supaya ladangnya terhindar dariserangan hama,maka seluruh ladaangnya harus diasapi dengan kemenyan.maka dicritakanlah mimpinya itu kepada anak dan istrinya. Dicarinya kemenyan dipulau itu. Namun tidak didapatkan. Karena cemas kalau mimpinya itu benar-benar terjadi, maka ditebangnya pohon kayu yang berada diladangnya lalu dionggokanya ranting-ranting pohon kayu tebangan itu dan dibakarnya, maka alangkah takjub dan gembira hatinya setelah ternyata ranting-ranting yang dibakar itu asapnya mengeluarkan bau yang Wangi Dari perilaku orang itu, tanaman diladangnya tumbuh dengan subur dan menghasilkan panen yang melampaui lading-ladang penduduk yang lainya dipulau itu. Karena orang tua itu mencperitakan keberhasilan ladangnya berpangkal dari mimpi dan asap kayu wangi diladangnaya,maka berebutlah penduduk memotong batang kayu wangi itu dan memperbuatnya seperti apa yang dilakukan orang tua tersebut. Ketiga batang kayu wangi itu habis,maka semua penduduk bersusah. Orang tua lalu bertapa dibekas tumbuh pohon itu. Didalam pertapaannya orang tua itu memperolaeh kesan : “ bahwa setiap penduduk yang berbuat meniatkan baktinya demi kejayaan dan kehormatan negeri (Togo) pulau ini,maka akan berhasillah setiap apa yang dikerjakan orang itu. Karena negeri (Pulau)ini dipersiapkan agar dikemudian hari menjadi adik dari negeri wolio(Buton). Bertolak dari kesan pertama itu,maka diberinama “Togo Kauhedupa”. Pada saat Kasawari dilantik menjadi Lakina Barata kauhedupa yang pertama, ia menyuarakan semboyan kepada penduduk “ Rodongo sabaangkita mia nu togo, te kahedupa nte nirabu,te andi-andi nu wolio” artinya Dengarlah hai segenap penduduk, negeri kahedupa dicipta untuk menjadi adik (setingkat lebih rendah) dari pada negeri Wolio (Buton). Dengan pernyataan itu memberikan penegasan bahwa kahedupa adalah pemimpin atas negeri (Pulau-Pulau) lain dikawasan kepulauan itu. Bahwa kata kauhedupa dikemudian hari menjadi kalidupa,maka pihak Belanda (VOC)lah yang mengabadikannya, lalu terbawa-bawa hingga kini/kapanpun.
Betapa besarnya penghargaan terhadapnegeri (Togo) kahedupa tersebut, siapapun yang akan merusaknya,menghinanya maka penduduk Togo itu akan membelanya dengan tetesan darahnya sekalipun.
4. Pulau Tomia
Konon dizaman dahulu setelah Ratu Wa Suru bentengi meninggal dunia, maka dimandati Tonga/Koba terjadilah krisis kepemimpinan. Kelompok yang berpengaruh dimasyarakat saling bersaing menjagokan tokohnya masing-masing. Karena Kaapi yang selama Wa Surubonntongi berkuasa adalah penasehat dinegeri itu, namun tidak diindaahkan lagi nasehat-nasehatnya, maka Kaapi memutuskan untuk meninggalkan Koba,iya menitip pesan kepada rakyatnya yang masih menghormatinya antaraa lain : “ Siapa saja diantara kalian yang masih mencintaiku maka susullah sebelum aku kearah tenggara dimasa bulan purnama berikutnya. Untuk kepastian tempat aku akan membuat api agar asapnya dapat mengepul tebal keudara”.
Akibat pertikaian di Mandati Tonga tak kunjung selesai, maka banyak pengikut Kaapi bertekad untuk mencarinya. Setelah mereka tiba dipulau Kaledupa lalu mereka mengarahkan pandangan kearah Tenggara untuk melihat jikalau ada asap tebal yang mengepul keudara. Kaerena tidak melihat isyarat asap tersebut,maka mereka melanjutkan kembali perjalananya. Ketika berda dipantai Lentea Kiwolu tiba-tiba mereka melihat kepulau asap tebal dari sebuah Pulau jauh diarah Tenggara. Lalu mereka berteriak kegirangan “Atoomia,Atoomia, te Kaapi yilahanto”. Kelakuan para penjajah yang berasal dari Koba itu disaksikan olaeh penduduk pulau kahedupa yang sedang mencari siput terheran-heran. Sejak peristiwa itu maka penduduk pulau kahedupa memberinama pulau tersebut dengan “Tomia” akibat dariteriakan penjelajah dari Koba “Atomia” sambil menunjukan kearah bukit.
5. Pulau Binongko
Ada dua pendapat tentang asal usul pulau ini:
Bonongko berasal dari kata “Benudongka” yang artinya sabut (kelapa) hanyut. Perawi riwayat menyikapkan bahwa dahulu kala ada sekerat sabut kelapa hanyut terkatung-katung ditengah laut. Tiba-tiba sabut itu berpusing dan tenggelam karena arus yang kuat / kencang. Lalu benda tersebut muncul kembali kepermukaan dan lama-kelamaan menjadi besar dan akhirnya membentuk sebuah pulau. Pulau tersebut akhirnya diberinama Benu-dongka. Riwayat ini tergolong lagenda belaka.
2. Dahulu kala berlabuh sebuah kapal besar. Sejumlah awaknya naik kedarat untuk mengenali daratan tersebut. Dan awaknya mencari jalan untuk dapat naik ketebing, maka bertemulah mereka dengan seorang ayah dan puteranya. Lalu awak kapal tersebut bertanya kepada mereka “apakah nama pulau ini?” Karena tidak mengerti dengan bahasa awak perahu itu, lalu mereka melarikan diri akibat ketakutan. Sang ayah ditawan untuk dijadikan penunjuk jalan sementara sang anak berlarian pulang kekampung . Sang ayah berteriak kepada anaknya : Wane angku……wine angku…..eee… Maksudya benih diamankan. Dalam keadaan ketakutan sang ayah menunjukan jalan. Setibanya dikampung alangkah kagetnya para awak kapal,setelah dilitnya di pulau itu banyak pohon itu banyak terdapat pohon pala dalam keadaan mereka berteriak: “pala hidup….pala hidup”. Walau pada saat itu pala belum musimnya namun mereka sangat gembira dan sewaktu berangkat mereka berjanji kelak suatu waktu mereka akan kembali lagi, beberapa lama kemudian perahu itu tiba-tiba kembali,karena penduduk ketakutan akhirnya menyingkir kebukit yang mereka sebut “Kolo Makoro”
Penumpang perahu yang berkulit putih berteriak memanggil-manggil: Binongko….Binongko. teriakan seperti seperti itu menirukan teriakan sang ayah “wine angku ” pada saat pertama mereka tiba di pulau tersebut. Para awak menyuruh penduduk untuk mengumpulkan pala dan menukarnya dengan barang-barang yang menarik hati pendududuk. Sejak peristiwa itu pulau tersebut banyak dikunjungi perahu layar milik orang putih,walau percakapan mereka tidak saling dimengerti.maka sejak peristiwa saat itu, maka pulau tersebut diberi nama Binongko berasal dari kata Wine angku artinya benih diamankan. Dan kata pala hidup rupanya telah abadi hingga kini menjadi nama sebuah kampung yang ada di daerah tersebut yaitu “Pala hidu”.
Pulau Runduma
Pulau-pulau kecil yang merupakan hamparan pasir yang terletak dikawasan karang disebelah utara deretan Pulau Wangi – Wangi,Kaledupa, Tomia dan binongko.didalam peta laut dikenal dengan Pulau Runduma.
Konon digugus pulau kecil itu disebut oleh para pelayar yang berasal dari koba karena diwaktu mmalam hari perahu yang berlayar melintasi kawasan karang yang terbentang luas amatlah beresiko dengan menabrak batu karang,maka telah menjadi kebiasaan para pelayar jika berada dikawasan itu pada malam hari,maka perahu dilabuhkan untuk menunggu siang guna melanjutkan kembali pelayaran. lokasi yang dijadikan untuk tempat bermalam para pelayar itu dinamakan “Rondomo” dengan asal kata “Rondo” artinya malam sehingga Rondomo artinya tempat untuk bermalam.
7. Kepulauan wakatobi
Pada akhir ini Kepulauan Tukang Besi sering pula disebut Kepulauan Wakatobi. Wakatobi adalah akronim dari nama pulau yang berada digugus kepulaun itu. Wa untuk Wanci, Ka untuk Kaledupa, To untuk Tomia dan Bi untuk Binongko. Sebutan Wakatobi didalam Peta belum merupakan nama yang resmi. Sebutan Wakatobi mulai popular pada awal tahun1960, pada waktu itu masyarakat sibuk memperjuangkan untuk terbentuknya provinsi Sulawesi Tenggara, dan masyarak kecamatan yang ada di kepulauan itu menghendaki agar terbentuk Kabupaten wakatobi.

Kamis, 21 Juni 2012

PROPOSAL PENELITIAN Hubungan Persentase Penutupan Karang dan Kelimpahan Ikan di Daerah Perlindungan Laut (DPL) Desa Waha Kecamatan Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi


I.                   PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Indonesia dengan wilayah lautnya yang sangat luas diperkirakan mempunyai terumbu karangnya sekitar 60.000 km2 membuat negara ini sangat kaya dengan keanekaragaman hayati (Mahmudi, 2003). Salah satu lokasi yang terumbuh karang di Indonesia adalah terletak diperairan Wakatobi,  Daerah ini  didominasi perairan laut yang luasnya mencapai 55.113 km2 dan garis pantai ± 251,96 km atau mencapai 98,5% dari keseluruhan total wilayah (Ester, 2009). Kekayaan jenis sumberdaya alam laut yang tinggi dan unik serta mempunyai panorama bawah laut yang menakjubkan menjadikan kepulauan Wakatobi dijuluki surga bawah laut di antara pusat segitiga karang dunia (the heart of coral triangle centre) yaitu wilayah yang memiliki keanekaragaman terumbu karang dan ikan serta keanekaragaman hayati tertinggi di dunia yaitu sekitar 90% (750 jenis dari 850 jenis karang dunia ditemukan di Wakatobi  (Hermawan, 2007).
Terumbu karang merupakan keunikan di antara asosiasi atau komunitas lautan yang seluruhnya dibentuk oleh kegiatan biologis. (Nybakken, 1992). Terumbu karang mempunyai nilai dan arti yang sangat penting baik dari segi sosial ekonomi dan budaya, karena hampir sepertiga penduduk Indonesia yang tinggal di daerah pesisir dan menggantungkan hidupnya dari perikanan laut dangkal (Suharsono, 1996).
Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas dan keanekaragaman jenis fauna yang tinggi. Selain itu ekosistem terumbu karang merupakan tempat hidup, tempat mencari makan (feeding ground), daerah asuhan (nursery ground) dan tempat memijah (spawning ground) untuk berbagai biota laut. Terumbu karang juga memiliki fungsi ekonomi tinggi karena terumbu karang merupakan tempat hidup bagi ikan-ikan karang yang memiliki nilai ekonomi tinggi, seperti ikan kerapu, baronang, ekor kuning dan lainnya. Menurut MC Allister dalam WWF (1991), dalam keadaan yang sehat terumbu karang dapat menghasilkan 20 - 30 ton ikan pertahun.
Daerah Perlindungan Laut (DPL) Desa Waha Kecamatan Wangi – Wangi Kabupaten Wakatobi dibentuk dalam rangka mendukung pengelolaan terumbu karang yang berkelanjutan. Sejak Tahun 2006 COREMAP II Wakatobi telah menginisiasi pembentukan DPL di lokasi-lokasi program yang diharapkan dapat melindungi serta melestarikan ekosistem terumbu karang sekaligus meningkatkan produksi perikanan (Coremap II 2006).  DPL dibentuk sebagai salah satu upaya yang efektif dalam mengurangi kerusakan ekosistem pesisir, yaitu dengan melindungi habitat penting khususnya ekosistem terumbu karang dan Populasi ikan (terutama ikan yang berasosiasi dengan terumbu karang) (Tulengen dkk, 2002).  DPL dengan kondisi karang yang bagus memiliki kelimpahan dan jumlah jenis ikan karang yang lebih tinggi bangdingkan dengan daerah yang bukan DPL (Coremap II 2008).  Namun sejauh ini di DPL Desa Waha belum ada penelitian yang melihat/mengukur persentase penutupan karang dan kelimpahan ikan secara akurat sehingga bisa menggambarkan kondisi terumbu karang dan ikan karang disuatu DPL.
B.     Rumusan masalah
Adapun masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara persentase penutupan karang dan kelimpahan ikan di Daerah perlindungan laut (DPL) Desa Waha Kecamatan Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi.
C.       Tujuan dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persentase penutupan karang dan kelimpahan ikan di DPL Desa Waha.
            Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dasar bagi langkah-langkah pengelolaan bijaksana DPL dan terumbu karang serta sebagai informasi dasar bagi penelitian selanjutnya.






















II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Bioekologi Terumbu Karang

Terumbu karang adalah endapan masif yang penting dari kalsium karbonat yang dihasilkan oleh karang (Filum Cnidaria, kelas Anthozoa, ordo Madreporaria/ Scleractinia) dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organismeorganisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat (CaCO3) (Nybakken, 1992). Karang merupakan binatang sederhana, berbentuk tabung dengan mulut berada di atas yang juga berfungsi sebagai anus. Mulut dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi sebagai penangkap makanan. Mulut dilanjutkan dengan tenggorokan yang pendek yang langsung menghubungkan dengan rongga perut. Di dalam rongga perut berisi semacam usus yang disebut dengan mesentri filament yang berfungsi sebagai alat pencerna (Suharsono, 1996).
Dinding polip karang terdiri dari tiga lapisan yaitu ektoderma, endoderma, mesoglea. Ektoderma merupakan jaringan terluar yang terdiri dari berbagai jenis sel yang antara lain sel mukus dan sel nematokis. Jaringan endoderma berada di lapisan dalam yang sebagian besar selnya berisi sel algae yang merupakan simbion karang, sedangkan mesoglea adalah jaringan yang berada di tengah antara keduanya yang berupa lapisan seperti jelly (Suharsono, 1996). Seluruh jaringan karang juga dilengkapi oleh silia dan flagela yang berkembang dengan baik di lapisan luar tentakel. Struktur polip dan kerangka kapur hewan karang terdiri dari lempeng dasar, epiteka, koralit, koralum, kalik, kosta dan kolumela. Lempeng dasar terletak di dasar sebagai pondasi dari septa yang muncul membentuk struktur yang tegak dan melekat pada dinding yang disebut epiteka (Suharsono, 1996).
Koralit yaitu keseluruhan skeleton yang terbentuk dari satu polip dalam satu individu atau satu koloni disebut koralum. Kalik merupakan permukaan koralit yang terbuka, serta yang tumbuh hingga mencapai dinding luar dari koralit dinamakan kosta. Struktur yang terdapat di dasar dan tengah koralit yang merupakan kelanjutan dari septa disebut kolumella (Suharsono, 1996).







        Sumber : Birkeland, 1997
Gambar 1. Struktur polip kerangka karang
 
            Setiap individu polyp yang hidup tumbuh di dalam bentuk mangkuk keras (calyx) sambil membentuk rangka kapur (CaCO3) yang di tumpuk di bawahnya. Semakin lama tumpukan lapisan kapur ini semakin tebal sementara polyp yang hidup tetap menempel dibagian atasnya. Terdapat bermacam-macam karakteristik bentuk ada yang padat, bercabang-cabang, bulat pipih, bentuk jari tangan, tebal dan sebagainya. Hewan karang jenis ini disebut karang keras. Hewan karang dewasa biasanya dapat memanjang dan menggerakan tentakelnya tetapi tidak dapat bergerak ke luar meninggalkan mangkuk (calyx) tempatnya menempel (Kenchinton, 1994). Polyp karang bersimbiosis dengan biota lainnya. Dalam kehidupan berasosiasi karang berperan sebagai produsen sekaligus sebagai konsumen. Hal tersebut disebabkan karena karang bersimbiosis dengan zooxanthellae yang menghasilkan bahan organik (Sadarun dkk. 2006).
            Ada dua tipe karang, yaitu karang yang membentuk bangunan kapur (hermatypic corals) dan ada yang tidak dapat membentuk bangunan karang (ahermatypic corals). Hermatypic corals adalah koloni karang yang dapat membentuk bangunan atau terumbu dari kalsium karbonat (CaCO3), sehingga sering disebut pula reef building corals. Sedangkan ahermatypic corals adalah koloni karang yang tidak dapat membentuk terumbu (Supriharyono, 2007).
            Pertumbuhan karang dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik meliputi kegiatan predasi, kompetisi, agresi karang lain. Faktor abiotik dapat berupa intensitas cahaya, lama penyinaran, suhu, nutrisi dan sedimentasi. Karang memiliki kemampuan hidup diperairan miskin, tidak dapat beradaptasi teradap kenaikan nutrien secara mendadak dalam jumlah besar (Timotius, 2003).
B. Faktor Pembatas Ekosistem Terumbu Karang.
Terumbu karang (coral reefs) merupakan kumpulan masyarakat (binatang) karang (reef coral), yang hidup di dasar perairan, yang berupa batuan kapur (CaCO3), dan mempunyai kemampuan yang cukup kuat untuk menahan gaya gelombang laut. Binantang-binatang karang tersebut umumnya mempunyai kerangka kapur, demikian pula alga yang berasosiasi di ekosistem ini banyak di antaranya juga mengandung kapur (Supriharyono, 2007).
Keanekaragaman, penyebaran dan pertumbuhan karang tergantung pada kondisi lingkungannya. Kondisi ini pada kenyataannya tidak selalu tetap, akan tetapi seringkali berubah karena adanya gangguan, baik yang berasal dari alam atau aktivitas manusia. Gangguan dapat berupa faktor fisik-kimia dan biologis. Faktor-faktor fisik-kimia yang diketahui dapat mempengaruhi laju kehidupan pertumbuhan karang, antara lain adalah cahaya matahari, suhu, salinitas, dan sedimen. Sedangkan faktor biologis, biasanya berupa predator atau pemangsanya (Supriharyono, 2007).
a. Kecerahan
            Radiasi sinar matahari memegang peranan penting dalam pembentukan karang. Penetrasi sinar menentukan kedalaman di mana proses fotosintesis terjadi pada organisme alga dan zooxanthellae dari jaringan terumbu. Produksi primer yang dihasilkan oleh terumbu karang diakibatkan oleh aktivitas zooxanthellae, sehingga distribusi vertikal terumbu karang hanya mencapai kedalaman efektif sekitar 10 meter dari permukaan laut (Dahuri, dkk 2008).
            Cahaya matahari diperlukan oleh zooxanthellae yang hidup bersimbiosis dengan karang untuk berfotosintesis yang menghasilkan oksigen terlarut dalam air. Jika laju fotosintesis berkurang, maka kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat dan membentuk terumbu akan berkurang (Nybakken, 1998).
b. Suhu
Secara global, sebaran terumbu karang dunia dibatasi oleh permukaan laut yang isoterm pada suhu 20°C, dan tidak ada terumbu karang yang berkembang di bawah suhu 18°C.  Terumbu karang tumbuh dan berkembang optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 23-25 °C, dan dapat menoleransi suhu sampai dengan 36-40 °C (Nontji, 1993).
c. Salinitas
Hewan karang batu mempunyai toleransi terhadap salinitas sekitar 27 – 40 ppt. Adanya aliran air tawar akan menyebabkan kematian. Itulah sebabnya daerah-daerah yang memiliki aliran air tawar jarang di jumpai ekosistem terumbu karang (Nontji, 1993).
            Banyak spesies terumbu karang yang peka terhadap perubahan salinitas yang besar. Umumnya terumbu karang tumbuh dengan baik disekitar areal pesisir pada salinitas 30 – 35 ppt. Meskipun terumbu karang mampu bertahan pada salinitas diluar kisaran tersebut, namun pertumbuhannya kurang baik dibandingkan pada salinitas normal (Dahuri, dkk 2008).
d. Arus
            Faktor yang juga mempengaruhi pertumbuhan karang adalah arus substrat dasar perairan. Arus diperlukan untuk mendatangkan makanan berupa plankton. Disamping itu juga membersihkan dari endapan-endapan dan untuk mensuplai oksigen dari laut bebas. Oleh karena itu pertumbuhan di tempat yang airnya selalu teraduk oleh arus dan ombak, lebih baik dari pada diperairan yang tenang dan terlindung (Nontji,1993).
e. pH
Nilai pH mencerminkan keseimbangan asam dan basa suatu perairan.  Setiap organisme mempunyai toleransi  terhadap pH.  Menurut NTAC (1968) dalam Pangerang dan Mansyur (1994), umumnya organisme perairan dapat hidup pada kisaran pH tidak kurang dari 6,7 dan tidak lebih dari 8,5.  selanjutnya dikatakan bahwa, penambahan suatu senyawa ke perairan hendaknya tidak menyebabkan perubahan pH menjadi lebih kecil dari 6,7 atau lebih besar  dari 8,5.
CBentuk Pertumbuhan Karang (life form)
            Sadarun, dkk., (2006), karang mempunyai variasi bentuk pertumbuhan karang (life form) yang dibedakan menjadi :
1.      Bentuk bercabang (branching). Karang seperti ini memiliki cabang dengan ukuran cabang lebih panjang di bandingkan dengan ketebalan atau diameter yang dimilikinya.
2.      Bentuk padat (massive). Karang ini memiliki koloni yang keras umumnya berbentuk membulat, permukaannya halus dan padat. Ukurannya bervariasi mulai dari sebesar telur sampai sebesar ukuran rumah.
3.      Bentuk kerak (encrusting). Karang ini tumbuh merambat dan menutupi permukaan dasar terumbu, memiliki permukaan kasar dan keras lubang-lubang kecil.
4.      Bentuk meja (tabulate). Karang ini tumbuh membentuk menyerupai meja dengan permukaan lebar dan datar serta dipotong oleh semacam tiang penyangga yang merupakan bagian dari koloninya.
5.      Bentuk daun (foliose). Karang ini membentuk lembaran-lembaran yang menonjol pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membntuk lipatan-lipatan melingkar.
6.      Bentuk jamur (mushroom). Karang ini terdiri dari satu buah polyp yang berbentuk oval dan tampak seperti jamur, memiliki banyak tonjolan seperti punggung bukit yang beralur dari tepi ke pusat.
Berdasarkan bentuk pertumbuhannya karang batu terbagi atas karang Acropora dan non-Acropora (English et. al., 1994). Perbedaan Acropora dengan non-Acropora terletak pada struktur skeletonnya. Acropora memiliki bagian yang disebut axial koralit dan radial koralit. Sedangkan non-Acropora hanya memiliki radial koralit yang bentuk pertumbuhannya terdiri atas :
1.   Bentuk Pertumbuhan Non-Acropora
      a.   Bentuk bercabang atau (branching) memiliki bagian bercabang yang lebih panjang dari diameter yang dimiliki. Banyak terdapat di sekitar tepi terumbu dan bagian atas lereng terutama yang terlindungi dan setengah terbuka. Bersifat banyak memberikan tempat perlindungan bagi ikan dan invertebrata tertentu.
      b.   Bentuk padat (massive), dengan ukuran bervariasi serta beberapa bentuk seperti bongkahan batu, permukaan karang ini halus dan padat. Biasanya ditemukan disepanjang tepi terumbu dan bagian atas terumbu.
      c.   Bentuk kerak (encrusting), tumbuh menyerupai dasar terumbu dengan permukaan yang kasar dan keras serta lubang-lubang kecil. Banyak terdapat di lokasi yang terbuka dan berbat-batu. Bersifat memberikan tempat perlindungan untuk hewan kecil yang sebagian tubuhnya tertutup oleh cangkang.
      d.   Bentuk lembaran (foliose), merupakan lembaran-lembaran yang menonjol pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan atau melingkar terutama pada lereng terumbu dan daerah-daerah yang terlindung. Bersifat memberikan tempat perlindungan bagi ikan dan hewan lain.
      e.   Bentuk jamur (mushroom), berbentuk oval dan tampak seperti jamur, memiliki banyak tonjoloan seperti punggung bukit beralur dari tepi sampai pusat mulut.
      f.    Bentuk submasif (submassive), bentuk kokoh dengan tonjolan-tonjolan atau kolom-kolom kecil.
      g.   Karang api (millephora), semua jenis karang api yang dapat dikenali dengan adanya wara kuning di ujung koloni, dan rasa panas seperti terbakar bila disentuh.
      h.   Karang biru (heliophora), dapat dikenali dengan adanya warna biru pada rangkanya.
2.   Bentuk pertumbuhan Acropora terdiri atas :
      a.   Acropora bentuk cabang (branching acropora), berbentuk seperti ranting pohon.
      b.   Acropora meja (tabulate acropora), bentuk bercabang dengan arah mendatar dan rata seperti meja. Karang ini ditopang dengan batang yang berpusat atau bertumpuh pada satu sisi membentuk sudut atau datar.
      c.   Acropora merayap (encrusting acropora), bentuk merayap biasanya terjadi pada acropora yang belum sempurna.
      d.   Acropora submasif (submassive acropora), percabangan bentuk ganda seperti lempengan dan kokoh.
      e.   Acropora berjari (digitate acropora), bentuk percabangan rapat dengan cabang seperti jari tangan.
D.      Fungsi dan Manfaat Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan tempat hidup bagi ikan-ikan dan organisme lainnya untuk mencari makan (feeding ground), bertelur (nesting ground) dan berpijah (nursery ground). Terumbu karang juga berfungsi sebagai benteng pantai dari gelombang laut yang menuju kearah pantai, sehingga manusia dapat hidup didaerah dekat pantai. Selain sebagai benteng, terumbu karang juga memiliki fungsi ekonomi tinggi karena terumbu karang merupakan tempat hidup bagi ikan-ikan karang yang memiliki nilai ekonomi tinggi, seperti ikan kerapu, baronang, dan ekor kuning yang dijadikan sebagai menu hidangan utama restoran-restoran berkelas tinggi (Coremap II, 2007).
Ekosistem terumbu karang mempunyai manfaat yang beranekaragam. Manfaatnya tidak hanya berhubungan dengan biota laut, sebagai tempat tinggalnya. Terumbu karang merupakan penunjang produksi perikanan, sumber makanan maupun industri, dan menjadi salah satu objek wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Beberapa manfaat lain terumbu karang adalah sebagai penahan ombak, budidaya sumber makanan, dan industri (Ikawati dkk., 2001). 
E.     Kerusakan Terumbu Karang.
            Aktifitas pembangunan di wilayah pesisir dewasa ini, seperti pertanian, industri, pengerukan pantai, penangkapan ikan dengan racun dan bahan peledak (bom), dan lainnya, didukung dengan paristiwa-peristiwa alam, seperti badai, gempa bumi, kenaikan suhu (El Nino), dapat mengganggu ekosistem terumbu karang (Supriharyono, 2007).
            Ekosistem terumbu karang terdapat di lingkungan perairan yang agak dangkal, seperti paparan benua dan gugusan pulau-pulau di perairan tropis. Untuk mencapai pertumbuhan maksimum, terumbu karang  memerlukan perairan yang jernih, dengan suhu perairan yang hangat, gerakan gelombang yang besar, dan sirkulasi air yang lancar serta terhindar dari proses sedimentasi (Dahuri dkk., 2008).
            Coremap II (2007), menyatakan bahwa beberapa kerusakan terumbu karang yang terjadi diantaranya :
a. Pengaruh biologi dan fisik
      - Musuh terumbu karang di alam juga cukup banyak, yang paling menonjol adalah serangan anchacaster. Biota laut merupakan musuh utama terumbu karang, dan apabila terjadi serangan hebat, maka terumbu karang menjadi tidak berdaya. Apabila keseimbangan alam terganggu maka jumlah anchacaster tersebut akan melimpah dan memangsa terumbu karang.
      - Suhu yang mengalami perubahan ekstrim, akan menyebabkan timbulnya pemutihan karang (coral bleaching). Musuh alami lainnya antara lain bulu babi. Tetapi musuh terbesarnya adalah manusia.
b. Pengaruh Manusia
      - Pencemaran dari industri dan limbah rumah tangga, juga akan membuat terumbu karang ikut terganggu. Tidak jarang sering dijumpai sampah plastik di sela-sela terumbu karang. Terumbu karang yang terletak di kota-kota besar , umumnya merana karena itu.
      - Pengambilan ikan yang tidak ramah lingkungan seperti bom, pembiusan dan yang lainnya. Serta yang lebihnya lagi adalah digunakan untuk bahan bangunan atau langsung di perjual belikan untuk hiasan.
Beberapa dampak kegiatan manusia terhadap ekosistem terumbu karang dapat dilihat pada Tabel 1 :
Tabel 1. Dampak Kegiatan Manusia Terhadap Ekosistem Terumbu Karang
Kegiatan
Dampak Potensial
Penambangan karang dengan atau tanpa menggunakan bahan peledak
-    Perusakan habitat, bila menggunakan bahan   peledak dapat menimbulkan kematian masal hewan terumbu karang.
Pembuangan limbah panas
- Meningkatnya suhu air dengan 5-10 oC di atas  suhu ambient air, dapat mematikan karang dan hewan lainnya serta tumbuhan yang berasosiasi dengan terumbu karang;
Penggundulan hutan di lahan atas (upland)
-    Sedimen hasil erosi yang berlebihan dapat mencapai terumbu karang yang letaknya sekitar muara sungai pengangkut sediment, dengan akibat meningkatnya kekeruhan air sehingga menghambat fungsi zooxanthellae yang selanjutnya menghambat pertumbuhan terumbu karang.
-    Sedimen yang berlebihan dapat menyelimuti polip-polip dengan sedimen yang dapat mematikan karang, karena oksigen terlarut dalam air tidak dapat berdifusi masuk kedalam polip;
-    Karang di terumbu karang yang lokasinya berdekatan dengan banjir akan dapat mengalami kematian karena sedimentasi yang berlebihan dan penurunan salinitas air;
Pergerakan di sekitar terumbu karang
- Arus dapat mengangkut sediment yang teraduk ke terumbu karang dan meningkatkan kekeruhan air.
Kepariwisataan
-    Peningkatan suhu air karena pencemaran panas oleh  pembuangan air pendingin pembangkit listrik hotel.
-    Kerusakan fisik terumbu karang batu oleh jangkar kapal.
-    Koleksi terumbu karang yang masih hidup dan hewan-hewan lain oleh para turis dapat mengurangi keanekaragaman hewani ekosistem terumbu karang;
-    Rusaknya terumbu karang yang di sebabkan oleh penyelam.
Penangkapan ikan hias dengan menggunakan kalium sianida (KCN)
-    Penangkapan ikan hias dengan menggunakan kalium sianida bukan saja membuat ikan pingsan, tetapi akan membunuh karang  dan avertebrata lainnya di sekitar lokasi, karena hewan-hewan ini jauh lebih peka terhadap kalium sianida
Sumber : Berwick (1983).

F.     Komunitas ikan karang

Kondisi terumbu karang dan keanekaragaman jenis ikan karang adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Salah satu indikator kerusakan lingkungan terumbu karang tersebut juga dicirikan oleh semakin menurunnya keanekaragaman jenis-jenis ikan (Badrudin et al., 2003 ), artinya baik dan buruknya kondisi terumbu karang dan lingkungannya akan menentukan kelimpahan ikan karang yang menghuni ekosistem tersebut. Sale (1991) menyatakan bahwa terdapat tiga bentuk interaksi antara ikan dan karang. Interaksi pertama yaitu adanya interaksi langsung antara struktur karang dan sebagai tempat berlindung bagi ikan-ikan kecil. Kedua, adanya hubungan rantai makanan atau proses makan dan dimakan seperti ikan karang dengan biota-biota sessil termasuk alga. Ketiga, adanya peranan dari struktur karang dan pola memakan dari pemakan plankton dan karnivor yang berasosiasi dengan karang. Ikan merupakan organisme yang jumlahnya sangat banyak dan juga merupakan organisme besar yang sangat menarik perhatian yang dapat ditemui di ekosistem terumbu karang. Keberadaannya menjadikan ekosistem terumbu karang menjadi daerah yang paling banyak dihuni oleh biota air. Ikan-ikan karang umumnya relatif tidak berpindah-pindah (sedentary). Pada umumya ikan-ikan terumbu karang digolongkan dalam ikan-ikan diurnal (ikan yang aktif pada siang hari) dan nokturnal (ikan yang aktif pada malam hari) berdasarkan waktu mencari makannya. Kebanyakan ikan-ikan terumbu bergerak dengan jelas, tetapi pergerakan mereka terbatas pada daerah tertentu di terumbu dan sangat terlokalisasi seperti ikan dari spesies Dischitodus prosopotaenia (ikan betok) yang cenderung mempertahankan wilayahnya (Nybakken, 1992). Daerah Indo-Pasifik bagian tengah di Kepulauan Filipina dan Indonesia mempunyai spesies ikan yang jumlahnya terbesar dan jumlahnya berkurang pada semua arah yang menjauhi pusat ini. Di perairan karang Indonesia paling sedikit ada 11 famili utama sebagai penyumbang produksi perikanan, yaitu Caesionidae, Holocentridae, Serranidae, Scaridae, Siganidae, Lethrinidae, Priacanthidae, Labridae, Lutjanidae, dan Haemulidae (Djamali dan Mubarak, 1998) dan Ancanthuridae (Hutomo,1986). Salah satu penyebab tingginya keragaman spesies di terumbu karang adalah karena variasi habitat yang terdapat di terumbu. Menurut Sale (1991), ikan karang yang berasosiasi paling erat dengan lingkungan terumbu karang dikelompokkan menjadi menjadi tiga golongan utama, yaitu:
1)      Labroid : Labridae (wrasses), Scaridae (parrot fish), dan Pomacentridae (damselfish).
2)      Acanthuroid : Acanthuroidae (surgeonfishes), Siganidae (rabbitfishes), dan Zanclidae (moorish idols) yang terdiri dari satu genus yaitu Zanclus.
3)      Chaetodontoid : Chaetodontidae (butterflyfishes) dan Pomacanthidae (angelfishes).
Ikan karang penyebarannya heterogen. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya sifat yang komplek dari substrat, ketersediaan makanan, kualitas air, arus, gelombang, ketersediaan tempat persembunyian, dan penutupan karang. Sale (1991) menyatakan bahwa ada beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi komunitas ikan karang, salah satunya adalah keberadaan karang hidup. Persentase karang mati yang tinggi menyebabkan penurunan jumlah spesies ikan dan biota lainnya yang berasosiasi dengan terumbu secara signifikan.
G.      Daerah Perlindungan Laut (DPL)
1.        Pengertian  Daerah Perlindungan Laut
Daerah Perlindungan Laut (DPL) atau Marine Sanctuary adalah suatu kawasan laut yang terdiri atas berbagai habitat, seperti terumbu karang, lamun, dan hutan bakau, dan lainnya baik sebagian atau seluruhnya, yang dikelola dan dilindungi secara hukum yang bertujuan untuk melindungi keunikan, keindahan, dan produktivitas atau rehabilitasi suatu kawasan atau kedua-duanya.  Kawasan ini dilindungi secara tetap/permanen dari berbagai kegiatan pemanfaatan, kecuali kegiatan penelitian, pendidikan, dan wisata terbatas (snorkle dan menyelam)  (Wiryawan et al.,2002).
2.        Fungsi Daerah Perlindungan Laut
DPL diyakini sebagai salah satu upaya yang efektif dalam mengurangi kerusakan ekosistem pesisir, yaitu dengan melindungi habitat penting di wilayah pesisir, khususnya ekosistem terumbu karang.  Selain itu DPL juga penting bagi masyarakat setempat sebagai salah satu cara meningkatkan produksi perikanan (terutama ikan yang berasosiasi dengan terumbu karang), memperoleh pendapatan tambahan melalui kegiatan penyelaman wisata bahari, dan pemberdayaan pada masyarakat dalam perencanaan dan pengelolaan sumberdaya mereka (Coremap II 2006).  Kunci utama berfungsinya sebuah DPL adalah adanya suatu kawasan yang ditetapkan sebagai zona inti, yaitu zona larang yang permanen.  Hal ini berarti dalam zona ini aktivitas perikanan selamanya tidak diperbolehka.  Kegiatan pengambilan hewan laut seperti kerang, teripang laut, kerang-kerangan atau organisme hidup lainnya seperti ikan karang yang berada dalam zona ini dilarang  (Tulengen dkk, 2002).
3.        Tujuan Penetapan Daerah Perlingungan Laut
Menurut (Wiryawan et al.,2002) tujuan penetapan daerah perlindungan laut (DPL) antara lain :
·         Meningkatkan dan mempertahankan produksi perikanan disekitar daerah perlindungan.
·         Menjaga dan memperbaiki keanekaragaman hayati pesisir dan laut seperti terumbuh karang, ikan, tumbuhan serta organisme lainnya.
·         Dapat dikembangkan sebagai tempat yang cocok untuk daerah tujuan wisata.
·         Meningkatkan pendapatan/kesejahteraan masyarakat setempat
·         Mendidik masyarakat dalam hal perlindungan /konservasi sehingga dapat meningkatkan rasa tanggung jawab dan kewajiban masyarakat untuk mengambil peran dalam menjaga dan mengelola sumberdaya secara lestari.
·         Sebagai lokasi penelitian dan pendidikan keanekaragaman hayati pesisir dan laut bagi masyarakat, sekolah, lembaga peneliti dan perguruan tinggi.


















III.             METODE PENELITIAN
A.      Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan selama 2 (dua) bulan pada bulan April - Mei 2011. Lokasi dipusatkan di Daerah Perlindungan Laut (DPL) di Desa Waha Kecamatan Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi. Gambar 1 DPL Desa Waha dibentuk dalam rangka mendukung pengelolaan terumbu karang yang berkelanjutan Untuk  mempertahankan, memperbaiki, dan meningkatkan sumberdaya pesisir dan laut melalui program Coremap II Wakatobi.







Gambar 1. Peta DPL  Waha Kecamatan Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi
B.     Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut (tabel 1) :
Tabel 1. Parameter dan Alat yang digunakan dalam Penelitian.
       Parameter                                 Satuan                          Alat
- Life form karang dan ikan                set                Scuba set, kamera bawah air,               gambar karang,Buku identifikasi ikan, meteran roll, sabak, alat tulis dan perahu motor.
- Letak Posisi Stasiun                               -           GPS(Global Positioning System)
C.    Metode Pengambilan Data.

a)     Terumbu karang
Pengamatan terumbu karang pada suatu ekosistem, dilakukan dengan menggunakan metode LIT (line transect method)  (English et al., 1994).  Persentase pentupan karang didiukur  disetiap stasiun diamati kedalaman 3 m dan 10 m. Hal ini berdasarkan pernyataan dari Suharsono (1994) bahwa penutupan kedua kedalaman (3 m dan 10 m) dianggap telah mewakili secara ekologis kondisi terumbu karang yang dijumpai pada dua kedalaman tersebut. Pemasangan transek diletakkan sejajar dengan garis pantai dan mengikuti kontur. Penyelam mengikuti transek dan mencatat transisi karang yang menyinggung transek dalam sentimeter dan mencatat kode bentuk hidupnya (life form).


           



Gambar 7. Pengambilan Data Life Form Karang Dengan   Metode Line Transek
b)     Ikan karang
Pengamatan ini menggunakan metode sensus visual sepanjang 50 m yang dilakukan bersamaan dengan pengukuran karang.  Batas pengamatan data ikan adalah 2,5 mke arah kiri dan kanan sehingga luasan pengamatan yang didapat pada tiap stasiun adalah 250 m2. Pencatatan data ikan karang ini adalah dengan mengidentifikasi spesies ikan yang dijumpai dan jumlahnya.







Gambar 8. Pengambilan data ikan karang dengan metode sensus visual (English et al., 1994).
D.    Analisis Data
a.      Persentase Penutupan Karang (Cover)
Persentase penutupan karang hidup dihitung dengan menggunakan rumus Persentase penutupan (cover) (English et.al, 1994) :
% Cover  =
Total panjang tiap kategori life form (cm)
x  100%
Panjang Transek (cm)
Kriteria penilaian kondisi terumbu karang adalah berdasarkan Persentase penutupan karang hidup dengan kategori sebagai berikut  (Gomez dan Alcala, 1984, dalam Dahuri, dkk, 1993).
1.   Kategori rusak           =  0 – 25 %
2.   Kategori sedang        =  25 – 50 %
3.   Karegori baik            =  50 – 75 %   
4.   Kategori sangat baik =  75 – 100 %
b.      Kelimpahan ikan
Kelimpahan menurut Brower dan Zar (1977) adalah jumlah individu persatuan luas atau volume, dengan rumus sebagai berikut :
               1.55
Keterangan :
Ni : Kelimpahan individu ikan (ind/m2)
Σni : Jumlah individu yang diperoleh tiap stasiun
A : Luas daerah pengamatan (m2)
Kriteria penilaian ikan karang adalah ai berikut  (Gomez dan Alcala, 1984, dalam Dahuri, dkk, 1993).
1.   Sedikit                       =  < 50 ekor sepanjang transek
2.   Banyak                      =  50 – 100 ekor sepanjang transek
3.   Melimpah                  =  > 150 ekor sepanjang transek   
(http://surajis.multiply.com/journal/item/115)