Wakatobi
dengan luas wilayah
65.705 kilometer persegi,
Wakatobi
memiliki
keanekaragam terumbu karang terbesar di dunia sekitar 750 jenis dibandingkan
dengan terumbu karang di Laut Merah memiliki sekitar 450 jenis dan Laut Karibia sekitar
50 jenis.
INFORMASI
TAMAN NASIONAL WAKATOBI
Surga nyata bawah laut merupakan julukan yang diberikan kepada kawasan Taman Nasional Wakatobi. Berada di pusat segitiga karang dunia (The heart of coral triangle
centre), Wakatobi memiliki
kekayaan sumberdaya laut yang melimpah
dan eksotik. Air laut yang sangat jernih,
terumbukarang yang mempesona
dan dihuni oleh beragam hewan laut seperti ikan paus, ikan duyung, ikan lumba-lumba, ikan napoleon dan berbagai jenis ikan hias lainnya serta berbagai jenis tumbuhan
lautnya layaknya sebuah taman di lautan. Selain
itu, pantainya yang elok dengan dihiasi
pasir putih membentang menyempurnakan
keindahan kepulauan wakatobi.
Kecantikan
Wakatobi inilah yang selalu memberi kesan
tak terlupakan
bagi
siapa
saja
yang
pernah mengunjunginya. Dan sudah
banyak yang mengakui bahwa Taman Nasional Wakatobi merupakan
taman laut terindah dan terumbu karang
terbaik di dunia.
I. Sejarah Taman Nasional Wakatobi
Gambar
: Keindahan bawah laut Wakatobi
(sumber
: Hermawan Wong, 2007)
Kepulauan Wakatobi terletak di
pertemuan Laut Banda
dan Laut Flores. Wakatobi merupakan kependekan
dari nama empat pulau besar yang
ada di kawasan tersebut, yaitu Pulau Wangi-wangi, Pulau
Kaledupa, Pulau Tomia dan Pulau Binongko.
Luas masing-masing pulau adalah Pulau Wangi-wangi (156,5
km2),
Pulau Kaledupa (64,8
km2), Pulau Tomia
(52,4
km2), dan Pulau
Binongko (98,7 km2). Semula gugusan
pulau ini dikenal dengan nama Kepulauan Tukang Besi, karena sejak dahulu penduduk di kepulauan ini dikenal
sebagai pengrajin
atau
pandai
besi yang memasok kebutuhan rumah tangga
dan alat-alat perang bagi kerajaan Buton dan
sekitarnya.
Kekayaan
sumberdaya alam laut
yang bernilai
tinggi baik jenis
dan keunikannya dengan panorama bawah
laut yang menakjubkan menjadikan kepulauan Wakatobi
dijuluki surga bawah laut di antara
pusat segitiga karang dunia (The heart of coral triangle centre) yaitu
wilayah yang memiliki keanekaragaman
terumbu karang dan keanekaragaman hayati lainnya (termasuk
ikan) tertinggi di dunia,
yang meliputi Philipina, Indonesia
sampai
kepulauan Solomon. Kekayaan keanekaragaman hayati
laut menjadikan Kepulauan
Wakatobi ditunjuk sebagai Taman
Nasional
Laut
berdasarkan Keputusan Menteri
Kehutanan
No
393/Kpts- VI/1996 tanggal 30 Juli 1996 dan ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No
7651/Kpts/II/2002 tanggal 19 Agustus 2002 dengan luasan
1.390.000 Ha.
Tujuan penetapan taman nasional ini adalah terjaminnya sistem penyangga kehidupan untuk pelestarian keanekaragaman
hayati (bidoversity conservation) sebagai perwakilan
ekosistem
wilayah ekologi
perairan laut
Banda-Flores
(Banda Flores
Marine
Eco-region),
menjamin terwujudnya
pembangunan ekonomi daerah
secara berkelanjutan (sustainable development) terutama dari sektor perikanan dan
pariwisata, serta menjamin tersedianya
sumber mata pencaharian yang berkelanjutan (sustainable livelihood) bagi masyarakat setempat.
Co r a l tr i- a n g l e
W akat o b i
Peta Pusat Segitiga Karang
Dunia (Coral Tri-angle Center)
Pembentukan pulau-pulau di kepulauan Wakatobi
akibat adanya proses geologi
berupa sesar geser, sesar naik maupun sesar
turun dan lipatan yang tidak dapat dipisahkan dari bekerjanya gaya tektonik yang
berlangsung sejak jaman dulu hingga sekarang. Secara keseluruhan
kepulauan ini terdiri dari 39 pulau, 3 gosong dan 5
atol. Dari proses pembentukannya, atol yang berada di sekitar
kepulauan Wakatobi berbeda
dengan atol daerah lain. Atol yang berada di kepulauan ini terbentuk oleh adanya penenggelaman dari
lempeng dasar. Terbentuknya atol dimulai dari
adanya kemunculan beberapa
pulau yang kemudian diikuti oleh pertumbuhan karang yang mengelilingi pulau. Terumbu karang yang ada di sekeliling pulau terus tumbuh
ke atas sehingga terbentuk atol seperti beberapa
atol yang terlihat sekarang, antara lain Atol Kaledupa, Atol Kapota, Atol Tomia.
Gambar
gugusan karang/atol
di kepulauan Wakatobi
Berdasarkan hasil citra satelit, diketahui bahwa luas terumbu karang di kepulauan Wakatobi adalah
8.816,169 hektar. Di kompleks
P. Wangi-wangi dan sekitarnya (P.
Kapota, P. Suma, P. Kamponaone) lebar terumbu
mencapai 120 meter (jarak terpendek) dan 2,8
kilometer (jarak terjauh). Untuk P. Kaledupa dan P. Hoga, lebar terpendek terumbu adalah 60 meter dan terjauh 5,2
kilometer. Pada P. Tomia, rataan terumbunya mencapai 1,2 kilometer untuk jarak terjauh dan
130
meter untuk jarak terdekat. Kompleks atol Kaledupa mempunyai lebar terumbu 4,5 kilometer pada daerah
tersempit dan 14,6 kilometer pada
daerah terlebar. Panjang
atol Kaledupa sekitar 48 kilometer.
Atol Kaledupa merupakan
atol terbesar yang ada di kawasan Wakatobi.
Kepulauan Wakatobi secara administratif, awalnya
termasuk dalam Kabupaten Buton, Propinsi Sulawesi Tenggara, namun sejak tahun 2004 terbentuk Kabupaten Wakatobi yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Buton dengan letak
dan luas yang sama dengan Taman
Nasional Wakatobi (TNW). Wilayah Kabupaten Wakatobi didominasi oleh perairan yang
luasnya
mencapai 55.113
km2 dan garis pantai
±
251,96 km atau mencapai 98,5% dari
keseluruhan total wilayah. Selain
itu juga sumberdaya perairannya memiliki keanekaragaman
hayati yang tinggi sehingga pengelolaanKkepulauan Wakatobi perlu mempertimbangkan
kaidah-kaidah
konservasi.
II. Kondisi Geografis dan Aksesbilitas.
Letak Administrasi :
-
Propinsi : Sulawesi
Tenggara
- Kabupaten :
Wakatobi
Letak
Astronomis : 123° 20'
s/d 124° 39' Bujur Timur
5° 12' s/d 6°
10' Lintang Selatan
Batas Kawasan : Utara : Laut Banda Selatan : Laut
Flores Barat : Pulau Buton Timur : Laut Banda
Posisi yang berdekatan dengan garis khatulistiwa menjadikan kawasan TN
Wakatobi beriklim tropis. Menurut klasifikasi Schmidt-Fergusson iklim
di Kepulauan Wakatobi termasuk tipe
C, dengan dua musim yaitu musim kemarau (musim timur: April – Agustus) dan musim
hujan (musim barat: September – April) dengan suhu harian berkisar antara 19 – 34oC. Musim
angin barat berlangsung dari bulan Desember sampai
dengan bulan
Maret yang ditandai dengan
sering terjadi hujan, gelombang laut cukup
besar
sehingga nelayan jarang yang melaut.
Sementara itu musim angin timur berlangsung bulan juni sampai dengan september yang ditandai dengan kondisi laut yang teduh, gelombang tenang
dan jarang terjadi hujan sehingga
nelayan sering melaut. Peralihan
musim yang biasa disebut musim pancaroba (bulan oktober- November dan bulan
April-Mei)
kondisi gelombang laut tidak menentu
sangat tergantung dengan cuaca.Jumlah curah hujan di kepulauan Wakatobi juga tidak begitu tinggi,
data 10 tahun terakhir menyebutkan jumlah curah hujan terendah terjadi
pad abulan September hanya mencapai 2,5 mm dan curah hujan tertinggi di bulan Januari mencapai
229,5 mm.
Gambar
1: Peta Kawasan Taman
Nasional Wakatobi
Untuk menuju Kepulauan Wakatobi dapat ditempuh lewat
beberapa alternatif perjalanan dari
kendari Ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara, yaitu:
a. Kendari
ke
kota
Wanci, Ibukota Kabupaten Wakatobi dengan kapal
kayu yang berangkat 3 kali seminggu dari pelabuhan Kendari
dengan waktu tempuh (± 10 jam)
b. Kendari ke Bau-Bau (Buton) via Raha (Muna) dengan kapal cepat regular setiap hari
dua kali
pemberangkatan dengan
waktu
tempuh (±
5
jam) kemudian
dilanjutkan dengan naik kapal kayu ke Wanci dengan waktu tempuh (± 8 jam). Dapat juga dari bau-Bau ke Lasalimu naik kendaraan roda empat selama dua jam, lalu
naik kapal cepat
lasalimu-Wanci selama (±
2 jam).
c. Wanci merupakan pintu gerbang
pertama
memasuki
kawasan
Taman Nasional
Wakatobi.
Perjalanan dari Jakarta atau Surabaya menuju Kepulauan Wakatobi juga bisa menggunakan
kapal laut PELNI yang singgah di Kota
Bau-Bau dengan intensitas ± 3 atau
4 kali seminggu. Saat ini sudah dikembangkan jalur penerbangan udara dengan menggunakan Merpati Airlines
dari Makassar (Ibukota Propinsi Sulawesi Selatan) ke Bau-Bau
PP seminggu 3 kali (selasa, jumat dan minggu). Dari kota Bau-Bau dapat dilanjutkan dengan kapal kayu ke Wanci.
Gambar
. Peta Rute Perjalanan Menuju Taman
Nasional Wakatobi
III. Potensi Kawasan
Taman Nasional Wakatobi.
Secara umum perairan
laut Taman Nasional Wakatobi
mempunyai konfigurasi dari
mulai datar sampai melandai ke
arah laut dan beberapa
daerah terdapat yang
bertubir curam. Kedalaman airnya bervariasi, bagian terdalam mencapai 1.044 meter dengan dasar perairan
sebagian besar berpasir dan berkarang. Sementara itu kekayaan sumberdaya laut di Taman Nasional Wakatobi
di kelompokkan menjadi
8 sumberdaya penting, yaitu : terumbukarang,
mangrove, padang lamun, tempat pemijahan ikan, tempat bertelur burung pantai, dan pantai
peneluruan penyu, cetacean. Kedelapan sumberdaya penting tersebut merupakan bagian
dari ekosistem Taman
Nasional.
Berikut ini beberapa
tipe ekosistem penyusun Taman Nasional Wakatobi
:
3.1 Ekosistem Mangrove.
Kondisi ekosistem Mangrove bisa dikatakan tidak tersebar secara merata di wilayah pesisir, hanya beberapa
wilayah saja dengan kondisi ketebalan mangrove yang tipis. Adapun
jenis pohon bakau yang ditemukan di TNW tercatat 10 jenis, yaitu : Rhizophora stylosa,
Sonneratia alba, Osbornia octodonta,
Ceriops tagal, Xylocarpus moluccensis, Scyphiphora
hydrophyllacea, Bruguiera gymnorrhiza , Avicennia marina dan Pemphis acidula, Avicennia officinalis , Rhizophora stylosa (Operation Wallacea, 2001).
Beberapa jenis anggrek juga dapat ditemukan di vegetasi hutan bakau. Jenis biota yang berasosiasi dengan mangrove
yang umum ditemukan adalah bivalvia (tiram), gastropoda dan crustacea. Kelimpahan organisme
ini tergolong rendah.
3.2 Ekosistem
Non-Mangrove
Vegetasi ekosistem non-mangrove di daerah pantai didiominasi oleh beberapa jenis seperti : Baringtonia
asiatica, Hibiscus tilliaceus. Ipomoea pescaprae, Spinifax sp, Terminalia cattapa, Pandanus sp, dan Casuarina equisetifolia. Sementara itu vegetasi
yang ditemukan yang ke arah darat disekitar perumahan/pekarangan
antara
lain: kelapa
(Cocos nucifera), jambu mete
(Anacardium
ocidentale), mangga (Mangifera indica),
nangka (Arthocarpus integra), ubi kayu
(Manihot utilisima), uwi (Dioscorea
spp.), jagung (Zea mays) dan waru serta
ekosistem
semak belukar dan rumput.
3.3 Ekosistem
terumbu karang.
Sampai saat ini di dalam ekosistem terumbukarang tercatat 396 jenis karang keras, 28 marga
karang lunak dan 31 jenis
karang jamur. Berikut ini identifikasi
jenisnya:
a. Terumbu karang.. Jenis-jenis karang yang ditemukan antara lain Acrophora spp, Dendrophyllia spp.,
Favia abdita,
Echinopora horrida,
Favites spp, Heliofungia actiniformis, Holothuria edulis,
Lobophylla spp., Montastrea
spp., Mycedium spp., Millepora
spp, Nepthea spp., Oulophylla
crispa, Oxypora spp., Pavona clavus, P decussata, Platygira lamellina, P. pini, Porites
spp., Porithes spp., Spirobranchus giganteus, Symphyllia spp, Turbinaria frondens, Xenia spp, dan
lain-lain. Beberapa kawasan yang memiliki terumbu karang seperti disebut diatas yaitu Karang
Sempora, K. Kapota, K Watulopa, K.
Sawa Olo-Olo, K. Tokobau, dan Karang Waelale.
b. Karang
lunak. Jenis soft corals
yang terlihat antara lain Sarcophyton throcheliophorum, Sinularia spp.
c. Ikan. Kekayaan
jenis
ikan sebanyak 93 jenis
ikan yang
dimanfaatkan untuk konsumsi perdagangan
dan ikan hias diantaranya argus bintik
(Cephalopholus argus), napolean (Cheilinus undulatus),
ikan merah
(Lutjanus
biguttatus) baronang (Siganus
guttatus), Abudefduf leucogaster,
A. saxatilis, Acanthurus
achilles, A. aliosa, A. mata, Amphiprion
tricinctus, Chaetodon specullum, Chelmon rostratus, Heniochus acuminatus, H. permutatus, Macolor macularis (snapper), Napoleon wrasse, Paramia quinquelineata, Scarus qibbus, S. taeniurus, dan masih banyak
lagi.
d. Bivalvia
yang
terlihat
adalah Tridacna spp
seperti
kima
(Tridacna
sp.),
kima tapak
kuda (Hippopus hippopus),
kima sisik (Tridacna squamosa),
kima lubang (Tridacna crocea) dan kima raksasa (Tridacna
gigas)
e.
Crinoidea yang terlihat adalah Comanthina schlegeli, Lily laut.
f. Ordo Echinodea yang terlihat adalah Acanthaser planci, Diadema setosum, Echinotrix spp., Holothuria edulis, Parathicopus
californicus, Stichopus variegatus.
g. Spons yang terlihat adalah Tube
sponges dan Cube sponges, Phyllospongia
foliascens. h. Rumput laut. Jenis seagrass yang terlihat antara
lain Thallisia spp.,
T. crocea, dan
Thalasodendron
spp
Jenis terumbu karang di kepulauan ini terdiri dari terumbukarang cincin (atol reef), terumbukarang tepi (fringing reef), terumbukarang penghalang (barrier reef)
dan karang gosong ( patch reef).
Berdasarkan hasil citra satelit, diketahui
bahwa luas terumbu karang di Kepulauan
Wakatobi adalah 88.161,69 hektar. Adapun komponen utama yang menyusun
terumbu karang
di Kepulauan Wakatobi yaitu karang hidup (terdiri dari hard
coral dan soft coral) dan karang mati (dead coral), serta organisme lain yang
bersimbiosis dengan karang. Pada kedalaman 1 meter dan 3 meter
banyak ditemukan jenis karang bercabang dari marga Acropora selain itu juga ditemukan jenis
karang
masif (Haryono, 2002).
Sementara di daerah
tubir karang cukup bervariasi jenisnya seperti Acropora spp, Montipora spp, Porites spp, dan Stylophora pistillata. Lereng terumbu karang di Kepulauan Wakatobi mempunyai kemiringan antara 60-70o dengan pertumbuhan karang hidup yang tidak
begitu rapat (patches) sampai kedalaman 40 meter dan karang yang tumbuh hanya didominasi
oleh
Acropora hyacinthus Echinopora mammiformis, Porites cylindrica dan beberapa Favia spp.
(CRITC COREMAP-LIPI, 2001).
Pertumbuhan biota lainnya yang cukup menonjol adalah sponge dan soft coral
(karang lunak) dari jenis Sinularia sp. dan Dendronephthya sp. Sponge mempunyai variasi
ukuran, bentuk dan warna
yang tinggi, umumnya tumbuh bergelantung dan menempel dinding sehingga
memberi kesan yang sangat artistik. Dendronephthya sp.
termasuk dalam golongan karang
lunak dengan
pertumbuhan yang sangat khas serta
kaya akan warna
dari putih, ungu sampai merah jingga dan menambah kesan yang sangat menarik. Gorgonian dan anemon menambah
kekayaan bentuk serta
warna. Gorgonian banyak tumbuh
dan mendominasi pada kedalaman lebih dari 30 meter
dan makin ke dalam densitas pertumbuhannya semakin tinggi, hal tersebut
sangat bagus sebagai lokasi
wisata (diving).
Gambar : Ikan hias di perairan dalam
Gambar : Terumbukarang di
sekitar Pulau Hoga
Gambar : terumbukarang di perairan dangkal.
Sumber : Sofi Sugiarto
(2007)
3.4 Ekosistem Padang Lamun.
Tercatat 9 jenis lamun
di perairan Wakatobi dengan sebaran yang umumnya
merata, tersebar pada daerah intertidal
setelah terumbu karang dan juga
ditemukan di antara terumbu karang. Jenis lamun yang telah diidentifikasi di perairan Kepulauan
Wakatobi yaitu Enhalus
acororides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Halodule pinifolia,
Cymodocea rotundata,
Syringodium isoetifolium, Thalassodenron ciliatum, Halodule uninervis,
Cymodocea serullata.
Jenis E. acoroides dan
C. Rotundata banyak ditemukan pada substrat pasir
dan pecahan karang, sedangkan jenis T.
hemprichii, S. isoetiofolium dan
H. ovalis banyak ditemukan
pada substrat
pasir halus dan
pasir kasar.
Padang
lamun dimanfaatkan oleh masyarakat sekitarnya
hanya sebagai daerah penangkapan beberapa jenis ikan,
seperti ikan baronang (Siganus sp), lencam (Lethrinus sp),
teripang, rajungan dan jenis kerang-kerangan.
Metode penangkapannya dengan alat tangkap
jaring insang, tombak/panah, bubu penangkap
baronang (kulu-kulu) dan sebagian kecil
menggunakan pancing.
Selain itu juga masyarakat memanfaatkan rumput laut untuk dijual
sebagai produk agar-agar.
4. KONDISI KEANEKARAGAMAN
HAYATI
Beberapa
spesies yang terdapat di Taman Nasional Wakatobi termasuk jenis langka dan
terancam punah dengan status dilindungi seperti penyu
sisik (Eretmochelys imbricata), penyu hijau (Chelonia mydas), ikan Napoleon (Cheilinus undulatus),
kepiting kenari (Birgus
latro), kima (Tridacna sp.),
lola (Trochus niloticus),
duyung (Dungong dugong), lumba-lumba
(Delphinus delphis, Stenella longiotris, Tursiops truncatus) dan cumi-cumi
berbintik hitam. Sementara itu jenis burung laut yang terdapat di
TN Wakatobi seperti angsa
batu coklat (Sula leucogaster plotus), cerek melayu (Charadrius peronii),
raja udang erasia (Alcedo anthis). Adapun dari family Cetaceans
tercatat beberapa jenis
yang tergolong
terancam
punah (operation Wallacea, 2003)
yaitu seperti
paus sperma (physeter macrocephalus),
Paus pemandu sirip pendek (Globicephala macrorhyncus), paus pembunuh (Orcinus orca), Paus
pembunuh kerdil (Feresa attenuata), lumba-lumba totol (Stenella attenuata), lumba-lumba gigi kasar
(Steno bredenensis),
lumba-lumba
abu-abu (Grampus griseus),
lumba-lumba hidung
botol (Tursiops truncatus),
dan paus kepala
semangka (Peponocephala electra)
Gambar
Coral Tree Fern
Gambar
Glass Coral Tree
Gambar
Clown fish
Keanekaragaman jenis ikan di Taman Nasional Kepulauan Wakatobi cukup tinggi, saat ini
lebih dari 500 jenis ikan yang telah teridentifikasi terdapat di Taman
Nasional Wakatobi dan masih banyak yang belum
diidentifikasi. Umumnya berukuran
kecil dengan
karakteristik
pewarnaan yang beragam sehingga dikenal dengan ikan hias. Kelompok ini umumnya
ditemukan melimpah baik dalam jumlah individu maupun jenisnya serta
cenderung bersifat teritorial. Banyak jenis ikan indikator dan ikan target
bernilai ekonomis penting juga beberapa jenis ikan komersial yang selalu diburu seperti ikan napoleon (Cheillinus undulatus), ikan kerapu
(Serranedae),
ikan kakap (Lutjanidae), ikan ekor kuning (Caesionidae), ikan baronang (Siganidae), ikan bibir tebal
(Haemulidae), dll
(LIPI, 2006). Tingginya keanekaragaman ikan
di Kepulauan Wakatobi terutama ikan-ikan karang menunjukkan
bahwa keadaan karang di Wakatobi masih baik, beberapa penelitian menunjukkan bahwa banyak ditemukan tempat-
tempat pemijahan ikan
(breeding site) di
daerah terumbu karang.
5. PENYELENGGARAAN KSDAH&E dan
PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI
Balai Taman Nasional Wakatobi mengelola kawasan
seluas 1.390.000 Ha dan secara
struktural BTNW memiliki
tiga (3) Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (SPTNW) yaitu SPTNW I berkedudukan di Kota Wanci Pulau Wangi-Wangi,
SPTNW
II
berkedudukan di Ambeua Pulau
Kaledupa dan SPTNW III di Waha Pulau Tomia.
Sementara itu kantor Balai Taman Nasional
berkedudukan di Kota
Bau-Bau.
Saat ini pengelolaan Taman Nasional
tidak bisa dilepaskan dari keterlibatan parapihak
oleh sebab itu pengelolaannya Taman Nasional Wakatobi
dikelola secara kolaboratif yang
sudah dimulai sejak tahun 2003. Salah satu kegiatannya adalah revisi zonasi
Taman Nasional Wakatobi. Revisi zonasi dilakukan secara partisipatif
dengan melakukan kunjungan dan dialog kepada nelayan, kelompok masyarakat dan pertemuan di tingkat kampung. Dan kemudian
pada tahun 2004 dilakukan rangkaian
lokakarya di tingkat kecamatan dan
kabupaten sampai muncul satu kesepahaman
bersama
tentang tata
ruang
pengelolaan
Taman Nasional Wakatobi.
Untuk lebih menyempurnakan
rumusan revisi zonasi maka dilakukan pengkajian
efektifitas pengelolaan TN Wakatobi oleh tim independen.
Berdasarkan hasil Tim Kajian ini, Menteri Kehutanan telah mengeluarkan surat No. S.723/Menhut-IV/2005 tanggal 30 November 2005. Dalam surat tersebut Menteri Kehutanan menegaskan bahwa batas TN Wakatobi tidak
mengalami perubahan, namun kawasan daratan
pada pulau-pulau yang berpenghuni dijadikan
sebagai “daerah penyangga”
TNW. Penetapan sebagai daerah penyangga
dimaksudkan
agar pola mata pencaharian masyarakat dan kebijakan
pembangunan wilayah pesisir
dan daratan Wakatobi sejalan dengan
pengembangan wilayah.
Akhirnya Revisi zonasi Taman Nasional disyahkan berdasarkan keputusan
Dirjend PHKA NO. SK.149/IV-KK/2007 dan ditandatangani bersama oleh
Dirjend PHKA, Bupati Wakatobi
dan
Kepala Balai TN Wakatobi pada tanggal 23 Juli
2007. Sistem zonasi yang
dihasilkan ini merupakan bagian
dari tata ruang Wilayah
Kabupaten Wakatobi (tata
ruang wilayah perairan). Berikut ini hasil revisi zonasi
Taman
Nasional Wakatobi :
Zona
Inti : 1.300
Ha Zona Perlindungan Bahari : 36.450 Ha Zona Pariwisata : 6.180
Ha Zona Pemanfaatan Lokal : 804.000 Ha Zona Pemanfaatan Umum : 495.700 Ha Zona Khusus/Daratan : 46.370
Ha
Gambar
; Peta Zonasi Taman Nasional Wakatobi
Selain itu sebagai bentuk perlindungan dan pengamanan
kawasan, Balai
TN Wakatobi melakukan kegiatan patroli rutin, patroli gabungan dan monitoring spesies yaitu surveillance, reef check, inventarisasi mangrove,
monitoring ekosistem padang
lamun, ekosistem burung
pantai, ekosistem penyu, dll. Selain itu, beberapa
kegiatan riset juga pernah
dilakukan seperti kegiatan operation wallacea, Coremap,
LIPI, dll. Sementara itu pendekatan ke masyarakat juga dilakukan dengan melakukan penyuluhan, training, kampanye lingkungan, bantuan maupun
pembinaan kepada masyarakat nelayan dalam bentuk mata pencaharian alternatif. usaha
modal. Peningkatan kapasitas staf Balai dan
masyarakat juga dilakukan seperti
pelatihan kader konservasi,
pelatihan pemandu wisata,
pelatihan menyelam, dll. Kemitraan pengelolaan Taman
Nasional juga diwujudkan
dengan menjalin kerjasama intensif
dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Wakatobi, Departemen
Kelautan dan Perikanan, LIPI dan
TNC-WWF.
6. KONDISI SOSIAL EKONOMI BUDAYA MASYARAKAT.
Penduduk di Kabupaten Wakatobi tercatat +100.000 jiwa, yang tersebar di 64 desa, 7
kecamatan. Sebagian besar penduduk wakatobi
memanfaatkan sumberdaya laut yang ada di
perairan kawasan Taman Nasional Wakatobi sebagai sumber pendapatan/mata
pencahariannya yaitu sebagai nelayan
tradisional, dan petani budidaya
rumput laut. Sisanya sebagai
pedagang atau
berlayar dengan jarak
berlayar bisa
sampai ke Singapura atau
Malaysia, selanjutnya adalah sebagai petani sederhana yang hanya berkebun singkong dan
jagung mengingat kondisi tanah di pulau-pulau Wakatobi adalah
berupa karang/berbatu.
Penduduk Wakatobi terdiri
dari berbagai macam etnis yaitu etnis
wakatobi asli, bugis, buton, jawa dan Bajau. Namun kebudayaan etnis asli masih kuat belum banyak mengalami
akulturasi dan masing-masing etnis hidup dengan teratur, rukun dan
saling menghargai. Etnis
bajau merupakan etnis yang
sangat unik, karena kehidupan mereka
sangat tergantung pada
kehidupan laut, mulai dari mata pencaharian sampai membangun pemukiman yang berada di
atas
pesisir laut dengan memanfaatkan batu karang. Masyarakat Wakatobi hampir 100 %
memeluk agama Islam.
Masyarakat asli Wakatobi terdiri dari 9 masyarakat adat/lokal, yaitu masyarakat
adat/lokal wanci, masyarakat adat/lokal mandati, masyarakat adat/lokal Liya, dan masyarakat
adat kapota yang terdapat di Pulau Wangi-wangi dan
Kapota, seelanjunya masyarakat
adat/lokal kaledupa yang terldapat di P. Kaledupa, masyarakat adat/lokal Waha, masyarakat
adat/lokal Tongano dan masyarakat adat Timu yang terdapat di
P. Tomia, selanjutnya
masyarakat adat/lokal mbeda-beda di
P.
Binongko, Selain
itu terdapat dua masyarakat adat/lokal yang merupakan pendatang
yaitu maasyarakat bajau dan
masyarakat adat cia-cia yang berasal dari etnis Buton. Setiap masyarakat adat/lokal
tersebut
memiliki bahasa yang khas untuk adat/lokalnya masing-masing,
tetapi
walaupn bahasa
yang digunakan berbeda-beda
tetapi dianatara mereka tetap bisa
saling memahami kalau terjadi komunikasi
Meskipun begitu secara
keseluruhan kehidupan masyarakat Wakatobi tidak dapat
dipisahkan dari laut. Kedekatan dengan laut inilah yang membentuk tradisi
kehidupan sebagai masyarakat kepulauan dan
pesisir sehingga budaya
masyarakat yang dimiliki lebih bersifat
budaya pesisir (marine antropologis).
Ketergantungan masyarakat yang tinggi terhadap sumberdaya
laut mendorong mereka untuk melakukan pengelolaan secara tradisional agar
terjaga keberlanjutannya salah
satunya di
sekitar Pulau
Hoga yang mensepakati
sebuah daerah dilarang untuk areal penangkapan yaitu di sebelah barat Pulau Hoga (luas 500 x 300
m) yang sering disebut dengan tubba
dikatutuang (Tubba = habitat, tempat hidup,
karang ; dikatutuang = disayangi, dipelihara, dirawat; Bahasa Bajo)
karena daerah tersebut menjadi
wilayah pemijahan ikan.
Masyarakat Kepulauan Wakatobi juga kaya dengan kesenian tradisionalnya yang
menunjukkan masih berlakunya tradisi lokal yang ada di masyarakat. Berbagai macam tarian
yang masih sering disaksikan seperti tarian lariangi, tarian balumpa, tarian kenta-kenta,
dll. Sementara itu aktifitas masyarakat
sebagai tukang besi juga masih banyak yang melakukannya sementara
ibu-ibu membuat kain tenun khas
Wakatobi.
Sementara
itu aktifitas ekonominya
juga menggeliat seiring dengan terbentuknya
Kabupaten Wakatobi dan
semakin terkenalnya potensi keanekaragaman
hayati TN Wakatobi di
tingkat nasional maupun
internasional. Di kota Wanci, ibukota Kabupaten Wakatobi telah
beroperasi lembaga perbankan (BRI dan BPD Sulawesi Tenggara) dan rencananya akhir tahun
2008 akan
dioperasikan lapangan terbang.
Gambar
kegiatan menangkap dengan cara tradisional/tombak
Gambar aktifitas masyarakat budidaya rumput laut
Gambar
perkampungan nelayan wakatobi
7. OBYEK WISATA ALAM TN WAKATOBI
Di dalam Kawasan Taman Nasional Wakatobi (TNW) dan sekitarnya memiliki beberapa
potensi obyek wisata alam, mulai panorama bawah laut (ekosistem terumbu
karang dan biota laut), pantai pasir putih, gua dan peninggalan sejarah,
secara umum kondisinya masih baik. Keindahan terumbukarang yang diwarnai dengan beragam ikan
hias merupakan atraksi
yang menarik untuk dinikmati.
Pulau Hoga, Pulau Tomia dan
Pulau Binongko merupakan
lokasi yang menarik dikunjungi terutama untuk kegiatan
menyelam (diving),
snorkeling, wisata bahari,
berenang, memancing, berkemah dan wisata budaya. Berikut ini beberapa obyek wisata alam
yang bisa dinikmati di Taman Nasional Wakatobi
:
No
|
PULAU
|
WILAYAH
|
DESKRIPSI
|
I
|
Obyek
Wisata Bahari
|
|
|
|
1. Pulau Wangi-Wangi
|
1. Karang kapota
|
Merupakan
ekosistem terumbukarang
terletak
di sebelah barat P.Wangi-wangi. Untuk
menuju pulau tsb dibutuhkan waktu ± 30 menit perjalanan laut. Aktivitas yang dapat dilakukan
adalah snorkeling, diving
dan penelitian.
|
|
|
2. Pantai Sousu
|
Terletak di Desa Matahora Kec. Wangi-Wangi,
untuk menuju pantai ini memerlukan waktu ±
30 menit dengan berkendaraan roda dua/roda
empat dari ibukota kecamatan (Wanci).
Aktivitas yang dapat dilakukan di Pantai
Sousu ini, seperti
snorkeling, diving, serta menikmati pemandangan pantai.
|
|
|
3. Pantai Patuno
(Mata Air Seratus)
|
Lokasi ini
terdapat di Desa
Patuno
Kec.
Wangi-Wangi, untuk menuju tempat ini dapat
menggunakan kendaraan roda dua memakan waktu ± 60 menit dari ibukota kecamatan.
Aktivitas yang
dapat dilakukan di tempat
ini, seperti menikmati
pemandangan
pantai,
dan
juga terdapat keunikan dari pantai patuno ini yaitu banyak terdapat
mata air
tawar yang
keluar dari celah-celah batu
maupun pasir.
|
|
2. Pulau Kaledupa
|
1. Pulau Hoga
|
Terletak
di Kelurahan Ambeua,
merupakan pusat aktifitas Operation Wallacea
sejak
tahun 1995 sampai
sekarang. Memiliki sarana-prasarana yang lengkap yang
menunjang
kegiatan seperti menyelam,
snorkeling dan penelitian.
Selain
itu juga
terdapat ± 100 homestay yang dikelola masyarakat
setempat yang berlokasi tepat di belakang pantai pasir
putih sepanjang ± 1 km. Kawasan wisata bahari
di pulau Hoga dapat ditempuh dengan menggunakan speed
boat dari Ibukota Kecamatan
± 10 menit. Aktivitas yang dapat dilakukan
adalah menyelam, snorkeling, berjemur,
dan penelitian.
|
|
|
2. Pulau Sombano
|
Terletak
di Desa Sombano Kec.
Kaledupa,
merupakan pantai berpasir putih. Fasilitas yang tersedia ditempat ini antara
lain adalah Pos
Jaga dan Shelter.
Dapat dijangkau
dari Ambeua (Ibukota
Kec. Kaledupa) dengan kendaraan roda 2 / roda empat + 15 menit. Aktivitas yang dapat dilakukan antara lain : panorama
alam,
berjemur dan olah
raga pantai
|
|
2. Pulau Tomia
|
1. Pulau
Tolandona
(Onemobaa)
|
Terletak di Desa Lamanggau dengan panjang pantai ± 2 km. Kawasan
tersebut dikelola
oleh PT. Wakatobi Divers
pada tahun 1995
sampai sekarang, sehingga sarana prasarana
yang menunjang kegiatan seperti menyelam,
snorkeling dan
penelitian telah
tersedia
dengan lengkap. Kawasan wisata bahari di
Pulau Tolandona
dapat
ditempuh
dengan kendaraan laut
dari
Waha
(Ibu kota Kec.
Tomia) + 30 menit. Aktivitas yang dapat
dilakukan adalah menyelam, snorkeling, berjemur dan
penelitian.
|
|
|
2.
Pantai Letimu
|
Terletak di Desa Kulati
dengan
panjang
pantai
±
400 m, di sekitar pantai Letimu terdapat beberapa sumber air untuk
memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat. Pantai ini dapat ditempuh dengan kendaraan
roda 2, 4 dan kendaraan
laut ke arah barat
Desa Kulati dengan jarak ± 2 km arah selatan kulati. Aktivitas yang dapat dilakukan adalah menyelam,
snorkeling, berjemur.
|
|
|
3. Pantai Huntete
|
Terletak di Desa Kulati
dengan
panjang
pantai
±
1
km. dapat ditempuh
dengan
kendaraan roda
2,
4
dan kendaraan laut
kearah barat desa Kulati dengan jarak ± 2 km
arah selatan
Kulati. Aktivitas
yang dapat dilakukan adalah menyelam, snorkeling, berjemur.
|
|
3. Pulau Binongko
|
1. Pantai Mbara- mbara
|
Terletak di Desa Wali ± 8 km arah timur Wali. Pantai Mbara-Mbara merupakan habitat
tempat bertelurnya
Penyu.
Pantai Mbara- Mbara tersebut memiliki potensi bagi obyek
wisata alam dengan panorama lautnya
yang indah dengan panjang pantai ± 2,1 km, dan
kegiatan penelitian.
|
|
|
2. Pantai pasir putih
|
Terletak
di
Desa
Sowa. Pantai
Pasir
Putih memiliki potensi
bagi obyek wisata alam
dengan panorama lautnya yang indah
dengan panjang pantai ± 950
m.
Aktivitas
yang
dapat dilakukan adalah menyelam, snorkeling, berjemur.
|
|
|
3. Pantai Palahidu
|
Terletak
di
Desa
Palahidu
dengan
panjang
pantai ± 1 km.
Pantai Palahidu memiliki
panorama
laut yang indah. Pantai
Palahidu
merupakan tempat
mandi
bagi
Raja
pada
zaman dahulu
ini
dapat dibuktikan dengan terdapatnya
kuburan
tiga
susun
(kuburan
raja) yang sampai
saat sekarang
masih di keramatkan. Aktivitas yang dapat
dilakukan
adalah menyelam,
snorkeling, berjemur.
|
|
|
4. Pantai Haso
|
Terletak
di
Desa
Palahidu
dengan
panjang
pantai ± 400 m, memiliki panorama laut yang
indah. Pantai Haso dapat ditempuh
dengan kendaraan roda 2, 4 dan kendaraan laut ke
arah timur kota Rukuwa. Aktivitas yang dapat dilakukan adalah menyelam,
snorkeling, dan
berjemur.
|
Sementara
itu daratan kepulauan Wakatobi juga menyimpan berbagai potensi
wisata baik wisata sejarah maupun wisata alam. Adapun beberapa bentuk wisata alam yang dapat ditemui seperti danau Ilarantauge, beberapa sumber mata air seperti lia la’biru, topa
lambuku, topa raja dan beberapa goa yang menghasilkan
sumber mata air. Sementara untuk wisata sejarah
terdapat benteng liya
yang berumur ± 1080 tahun, masjid tua
kaleda, dan benteng waitu
yang merupakan bekas benteng
pertahanan.
Gambar pantai
di pulau kaledupa Gambar aktifitas
wisata menyelam Gambar
Kesenian Tradisional
Wakatobi
7.1. KETENTUAN PENGUNJUNG.
Para pengunjung yang hendak memasuki kawasan Taman Nasional Wakatobi diharapkan dapat mematuhi peraturan dan petunjuk
berikut ini:
1. Sebelum memasuki kawasan
terlebih
dahulu melapor/menghubungi
petugas Taman
Nasional setempat
untuk memperoleh ijin masuk serta
informasi lainnya yang diperlukan;
2. Untuk kegiatan penelitian
/ pendidikan / penjelajahan / cinta alam / kegiatan jurnalistik /
pembuatan film / video / pengambilan foto harus mendapatkan ijin dari
Kepala Balai Taman Nasional di Bau-Bau;
3.
Dilarang membawa senjata tajam/senjata api dalam kawasan
Taman Nasional;
4. Hindari berjalan/berdiri diatas karang dan mahluk hidup lain. Biarkan karang,
kerang dan mahluk hidup lain tetap di tempat anda temukan;
5. Dilarang membawa tumbuhan, satwa atau biota laut kedalam maupun keluar kawasan
Taman Nasional, kecuali
dengan ijin khusus dari
Kepala Balai Taman Nasional Wakatobi;
6. Jagalah
kebersihan kawasan dengan membawa semua
jenis sampah (plastik, botol,
kaleng, dsb) keluar kawasan.